Perintah menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup
A.
Pelestarian lingkungan Hidup
Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, namun selain itu, manusia juga di tugaskan oleh Allah untuk menjaga dan melestarikan bumi ini, yaitu lingkungan dimana manusia itu tinggal. Dengan demikian manusia dapat mengambil manfaat, menggali, dan mengolahnya, untuk kesejahteraan umat manusia dan sekaligus sebagai bekal dalam beribadah dan beramal saleh.
Melestarikan lingkungan hidup bisa di lakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menjaga kebersihan lingkungan, yaitu dengan cara tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, kita harus menghindari tindakan-tindakan yang merusak lingkungan kita. Apabila lingkungan ini rusak, maka manusialah yang merasakan dampaknya. Lalu, bagaimana penjelasan Al-Qu’ran tentang hal itu? Perhatikan pembahasan berikut ! Surah AR-RUM ayat 41-42
Manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah kepada-Nya, namun selain itu, manusia juga di tugaskan oleh Allah untuk menjaga dan melestarikan bumi ini, yaitu lingkungan dimana manusia itu tinggal. Dengan demikian manusia dapat mengambil manfaat, menggali, dan mengolahnya, untuk kesejahteraan umat manusia dan sekaligus sebagai bekal dalam beribadah dan beramal saleh.
Melestarikan lingkungan hidup bisa di lakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan menjaga kebersihan lingkungan, yaitu dengan cara tidak membuang sampah sembarangan. Selain itu, kita harus menghindari tindakan-tindakan yang merusak lingkungan kita. Apabila lingkungan ini rusak, maka manusialah yang merasakan dampaknya. Lalu, bagaimana penjelasan Al-Qu’ran tentang hal itu? Perhatikan pembahasan berikut ! Surah AR-RUM ayat 41-42
1.
Terjemahan
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad): “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad): “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).”
2.
Kandungan Ayat
a.
Penyebab kerusakan di bumi, baik di
daratan maupun di lautan, adalah sebagai akibat perbuatan tangan manusia
sendiri karena merekalah yang di tugaskan Allah SWT untuk mengurus bumi. Mereka
mempunyai inisiatif dan daya kreasi untuk menggali serta mengolah alam demi
kesejahteraan manisua.
b.
Kebudayaan manusia semakin lama
semakin maju sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Persenjataan makin maju, seperti bom atom dan nuklir. Seiring dengan
perkembangan hal tersebut juga munncul perkembangan yang negative. Banyak pencemaran
dan perusakan lingkungan alam dan habitatnya sebagai efek samping dari perkembangan
dunia industri.
c.
Kerusakan yang terjadi menurut Allah
SWT hanya sebagian. Hal ini sebagai peringatan kepada umat manusia, di harapkan
mereka kembali ke jalan yang benar, dan tidak melakukan perusakan di permukaan
bumi ini.
Beberapa contoh di bawah bahwa ada sebagian manusia yang
tamak dalam mengeksploitasi alam, sehingga alam mengalami kerusakan yang
nantinya akan menyengsarakan manusia itu sendiri, seperti :
a.
Perusakan tanah pertanian dan lautan
b.
Pencemaran sumber air dan udara
c.
Pengurasan hasil tambang
d.
Pembakaran dan penggundulan hutan
e.
Memburu binatang tanpa batas
f.
Pembangunan gedung/ pemukiman yang
semena-mena.
g.
Tafsir surah ar-rum 41-42
h.
Tafsir Surah Ar-rum ayat 41-42
Pada ayat 41 surah ar-rum, terdapat penegasan Allah bahwa
berbagai kerusakan yang terjadi di daratan dan di lautan adalah akibat
perbuatan manusia. Hal tersebut hendaknya disadari oleh umat manusia dan
karenanya manusia harus segera menghentikan perbuatan-perbuatan yang
menyebabkan timbulnya kerusakan di daratan dan di lautan dan menggantinya
dengan perbuatan baik dan bermanfaat untuk kelestarian alam. (syamsuri, 2004:
116)
Kata zhahara pada mulanya berarti terjadinya sesuatu dipermukaan
bumi. Sehingga, karena dia dipermukaan, maka menjadi nampak dan terang serta
diketahui dengan jelas. Sedangkan kata al-fasad menurut al-ashfahani adalah
keluarnya sesuatu dari keseimbangan,baik sedikit maupun banyak. Kata ini
digunakan menunjuk apa saja, baik jasmani, jiwa, maupun hal-hal lain.(quraish
shihab, 2005: 76)
Ayat di atas menyebut darat dan laut sebagai tempat
terjadinya fasad itu. Ini dapat berarti daratan dan lautan menjadi arena
kerusakan, yang hasilnya keseimbangan lingkungan menjadi kacau. Inilah yang
mengantar sementara ulama kontemporer memahami ayat ini sebagai isyarat tentang
kerusakan lingkungan.( quraish shihab, 2005: 77)
Sedangkan pada ayat 42 surah ar-rum pula, menerangkan
tentang perintah untuk mempelajari sejarah umat-umat terdahulu. Berbagai
bencana yang menimpa umat-umat terdahulu adalah disebabkan perbuatan dan
kemusyrikan mereka, mereka tidak mau menghambakan diri kepada Allah, justru
kepada selain Allah dan hawa nafsu mereka.( syamsuri, 2004: 116). Selain itu
pula, ayat ini mengingatkan mereka pada akhir perjalanan ini bahwa mereka dapat
mengalami apa yang dialami oleh orang-orang musyrik sebelum mereka. Mereka pun
mengetahui akibat yang diterima oleh banyak orang dari mereka. Mereka juga
melihat bekas-bekas para pendahulunya itu, ketika mereka berjalan dimuka bumi,
dan melewati bekas-bekas tersebut.(sayyid quthb, 2003: 226) dan dengan
melakukan perjalanan dimuka bumi juga dapat membuktikan bahwa
kerusakan-kerusakan di muka bumi ini adalah betul-betul akibat perbuatan manusia
yang tidak bertanggung jawab serta mengingkari nikmat Allah, dan dengan melihat
dan meneliti bukti-bukti sejarah, maka mereka dapat mengambil pelajaran atas
peristiwa-peristiwa yang telah lalu, yang pernah menimpa umat
manusia.(Moh.matsna, 2004:84)
Allah SWT menciptakan alam semesta dan segala isinya,
daratan, lautan, angkasa raya, flora, fauna, adalah untuk kepentingan umat
manusia (QS an-Nahl: 10-16)
Manusia sebagai khalifah Allah, diamanati oleh Allah untuk
melakukan usaha-usaha agar alam semesta dan segala isinya tetap lestari,
sehingga umat manusia dapat mengambil manfaat, menggali dan mengelolanya untuk
kesejahteraan umat manusia dan sekaligus sebagai bekal dalam beribadah dan
beramal shaleh. Ketamakan manusia terhadap alam seperti tersebut,telah berakibat
buruk terhadap diri mereka sendiri, seperti longsor, banjir, dll. Diperlukan
upaya yang keras dan konsisten dari kita semua sebagai khalifah Allah agar
kewajiban untuk memelihara dan melestarikan alam demi kesejahteraan bersama
tetap terjaga. Dalam melaksanakan kewajibannya, sebagai khalifah juga umat
manusia, kita disuruh untuk mempelajari sejarah umat-umat terdahulu dan
mengambil pelajaran darinya.(syamsuri, 2006:97)
3.
Kesimpulan
a.
Kerusakan alam bisa terjadi karena
ulah perbuatan tangan manusia sendiri
b.
Dampak negatif kerusakan akan
dirasakan manusia
c.
Manusia dianjurkan untuk melihat
sejarah, bagaimana akibat umat yang berbuat di bumi ini, dan jadikanlah itu
sebagai peringatan bagi dirinya.
d.
Manusia diperingatkan untuk selalu
mengingat Allah dan tidak menyakutukannya dengan sesuatu apapun selain dariNya,
karena itu akan berdampak buruk, baik bagi lingkungan, juga bagi manusia
sendiri.
Surah AL-A’RAF ayat 56-58
1.
Terjemahan
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS Al A’raf : 56-58)
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS Al A’raf : 56-58)
2.
Kandungan Ayat
Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah lainnya sudah dijadikan Allah dengan penuh rahmat Nya. Gunung-gunung, lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak dan dibinasakan.
Bumi sebagai tempat tinggal dan tempat hidup manusia dan makhluk Allah lainnya sudah dijadikan Allah dengan penuh rahmat Nya. Gunung-gunung, lembah-lembah, sungai-sungai, lautan, daratan dan lain-lain semua itu diciptakan Allah untuk diolah dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh manusia, bukan sebaliknya dirusak dan dibinasakan.
Hanya
saja ada sebagian kaum yang berbuat kerusakan di muka bumi. Mereka tidak hanya
merusak sesuatu yang berupa materi atau benda saja, melainkan juga berupa
sikap, perbuatan tercela atau maksiat serta perbuatan jahiliyah lainnya. Akan
tetapi, untuk menutupi keburukan tersebut sering kali merka menganggap diri
mereka sebagai kaum yang melakukan perbaikan di muka bumi, padahal justru
merekalah yang berbuat kerusakan di muka bumi
Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi karena Dia telah menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan ini mencakup semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu penghidupan dan sumber-sumber penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas : 4).
Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan dimuka bumi karena Dia telah menjadikan manusia sebagai khalifahnya. Larangan berbuat kerusakan ini mencakup semua bidang, termasuk dalam hal muamalah, seperti mengganggu penghidupan dan sumber-sumber penghidupan orang lain (lihat QS Al Qasas : 4).
Allah
menegasakan bahwa salah satu karunia besar yang dilimpahkan kepada hambanya
ialah Dia menggerakkan angin sebagai tanda kedatangan rahmat Nya. Angin yang
membawa awan tebal, di halau ke negeri yang kering dan telah rusak tanamannya
karena tidak ada air, sumur yang menjadi kering karena tidak ada hujan, dan
kepada penduduk yang menderita lapar dan haus. Lalu dia menurunkan hujan yang
lebat di negeri itu sehingga negeri yang hampir mati tersebut menajdi subur
kembali dan penuh berisi air. Dengan demikian, dia telah menghidupkan penduduk
tersebut dengan penuh kecukupan dan hasil tanaman-tanaman yang berlimpah ruah.
3.
Kesimpulan
a.
Kita dilarang oleh Allah SWT berbuat
kerusakan di muka bumi.
b.
Rahmat Allah SWT itu dekat kepada
orang-orang yang berbuat kebaikan
c.
Allah mendatangkan hujan di tanah
tandus, sehingga dapat di Tanami berbagai macam buah-buahan, perumpamaan itu
seperti Allah membangkitkan orang-orang yang telah mati.
d.
Allah memberikan tanah yang baik,
yang dapat menumbuhkan tanaman-tanaman yang subur selama tanah itu tidak di
rusak oleh manusia.
e.
Allah juga memberikan berbagai macam
tanah tersebut sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang mau
bersyukur.
f.
Allah melarang kita berbuat
kerusakan di muka bumi sebab bumi sidah dijadikan begitu baik dan bagus untuk
manusia.
g.
Rahmat Allah sangat dekat dengan
orang yang suka berbuat baik (musinin).
h.
Rahmat dan karunia Allah sangat
luas, diantaranya Allah SWT menurunkan hujan di langit. Dengan hujan itu, tanah
yang kering menjadi subur dan bermanfaat bagi manusia.
Surah ASH-SHAD ayat 27-28
1.
Terjemahan
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang yang berbuat kerusakan di bumi? Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat?” (QS Sad : 27-28 )
“Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka. Pantaskah Kami memperlakukan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan sama dengan orang yang berbuat kerusakan di bumi? Atau pantaskah Kami menganggap orang-orang bertakwa sama dengan orang-orang yang jahat?” (QS Sad : 27-28 )
2.
Kandungan Ayat
Allah SWT menjelaskan bahwa dia menjadilakn langit, bumi dan makhluk apa saja yang berada diantaranya tidak sia-sia. Langit dengan segala bintang yang menghiasi, matahari yang memancarkan sinarnya di waktu siang, dan bulan yang menampakkan bentuknya yang berubah-ubah dari malam kemalam serta bumi temapt tinggal manusia, baik yang tampak dipermukaannya maupun yang tersimpan didalamnya, sangat besar artinya bgi kehidupan manusia. Kesemuanya itu diciptakan Allah atas kekuasaan dan kehendaknya sebagai rahmat yang tak ternilai harganya.
Allah SWT menjelaskan bahwa dia menjadilakn langit, bumi dan makhluk apa saja yang berada diantaranya tidak sia-sia. Langit dengan segala bintang yang menghiasi, matahari yang memancarkan sinarnya di waktu siang, dan bulan yang menampakkan bentuknya yang berubah-ubah dari malam kemalam serta bumi temapt tinggal manusia, baik yang tampak dipermukaannya maupun yang tersimpan didalamnya, sangat besar artinya bgi kehidupan manusia. Kesemuanya itu diciptakan Allah atas kekuasaan dan kehendaknya sebagai rahmat yang tak ternilai harganya.
Allah
memberikan pertanyaan pada manusia. Apakha sama orang yang beriman dan beramal
saleh dengan orang yang berbuat kerusakan di muka bumi dan juga apakah sama
antara orang yang bertakwa dengan orang yang berbuat maksiat? Allah SWT
menjelaskan bahwa diantara kebijakan Allah ialah tidak akan menganggap sama
para hambanya yang melakukan kebaikan dengan orang-orang yang terjerumus di
lembah kenistaan. Allah SWT menjelaskan bahwa tidak patutlah bagi zat Nya
dengan segala keagungan Nya, menganggap sama antara hamba-hambanya yang beriman
dan melakukan kebaikan dengan orang-orang yang mengingkari keesaannya lagi
memperturutkan hawa nafsu.
Mereka
ini tidak mau mengikuti keesaan Allah, kebenaran wahyu, terjadinya hari
kebangkitan dan hari pembalasan. Oleh karena itu, mereka jauh dari rahmat Allah
sebagai akibat dari melanggar larangan-larangannya. Mereka tidak meyakini bahwa
mereka akan dibangkitkan kembali dari dalam kuburnya dan akan dihimpun dipadang
mahsyar untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya sehingga mereka berani zalim
terhadap lingkungannya.
Allah menciptakan langit dan bumi dengan sebenar-benarnya hanya untuk kepentingan manusia. Manusia diciptakan Nya untuk menjadi khalifah di muka bumi ini sehingga wajibuntuk menjaga apa yang telah dikaruniakan Allah SWT.
Allah menciptakan langit dan bumi dengan sebenar-benarnya hanya untuk kepentingan manusia. Manusia diciptakan Nya untuk menjadi khalifah di muka bumi ini sehingga wajibuntuk menjaga apa yang telah dikaruniakan Allah SWT.
3.
Kesimpulan
a.
Allah menciptakan segala yang ada di
langit dan di bumi dengan penuh hikmat.
b.
Orang yang berbuat kerusakan di ala
mini disebut orang kafi.
c.
Orang kafir berbeda dengan orang
beriman dan mereka (orang kafir) akan masuk neraka
Kesimpulan
Menyeluruh
Kesimpulan seluruh surah – surah yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan hidup, yaitu :
Kesimpulan seluruh surah – surah yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan hidup, yaitu :
1.
Kerusakan di muka bumi, di daratan
maupun di lautan, disebabkan karena ulah tangan manusia yang tidak bertanggung
jawab.
2.
Kebanyakan orang-orang yang selalu
berbuat kerusakan di muka bumi adalah orang-orang yang menyekutukan Allah.
3.
Rahmat Allah itu dekat dengan orang-orang
yang berbuat kebaikan.
4.
Celakalah bagi orang-orang kafir
yang selalu menyekutukan Allah dan selalu berbuat kerusakan.
IMAN KEPADA KITAB ALLAH
Pengertian iman kepada kitab-kitab Allah adalah mempercayai
dan meyakini sepenuh hati bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitabnya
kepada para nabi atau rasul yang berisi wahyu Allah untuk disampaikan kepada
seluruh umat manusia. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa ada 4 kitab Allah.
Taurat diturunkan kepada nabi Musa a.s, Zabur kepada nabi Daud a.s, Injil
kepada nabi Isa a.s, dan Al Qur’an kepada nabi Muhammad SAW. Al Qur’an sebagai
kitab suci terakhir memiliki keistimewaan yakni senantiasa terjaga keasliannya
dari perubahan atau pemalsuan sebagaimana firman Allah berikut.
Artinya : “ Sesungguhnya Kami yang menurunkan Al Qur’an dan Sesungguhnya Kami yang
memeliharanya.” (Al Hijr : 9)
1.
Pengertian Kitab dan Suhu.
Kitab yaitu kumpulan wahyu Allah yang disampaikan
kepada para rasul untuk diajarkan kepada manusia sebagai petunjuk dan pedoman
hidup. Suhuf yaitu wahyu Allah yang disampaikan kepada rasul, tetapi masih
berupa lembaran-lembaran yang terpisah.
Ada persamaan dan perbedaan antara kitab dan
suhuf
1. Persamaan
Kitab dan suhuf sama-sama wahyu dari Allah
2. Perbedaan
1.
Isi kitab lebih lengkap daripada isi suhuf
2.
Kitab dibukukan sedangkan suhuf tidak dibukukan.
Allah menyatakan bahwa orang mukmin
harus meyakini adanya kitab-kitab suci yang turun sebelum Al Qur’an seperti
disebutkan dalam firman Allah berikut ini.
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab
yang Allah turunkan sebelumnya”. (QS An Nisa : 136)
Selain menurunkan kitab suci, Allah juga
menurunkan suhuf yang berupa lembaran-lembaran yang telah diturunkan kepada
para nabi seperti Nabi Ibrahim a.s dan nabi Musa a.s. Firman Allah SWT .
Artinya : “
(yaitu) suhuf-suhuf (kitab-kitab) yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa”
(Al A’la : 19)
Kitab-kitab Allah berfungsi
untuk menuntun manusia dalam meyakini Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada rasul-rasul-Nya
sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT berikut.
Artinya : “Katakanlah (hai orang-orang
mukmin), kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami dan apa
yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Yakub, dan anak cucunya dan apa
yang kami berikan kepada Musa dan Isa seperti apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka
dan kami hanya patuh kepada-Nya.” (QS Al Baqarah : 136)
2. Perilaku yang mencerminkan Keimanan Kepada
Kitab Allah
a. Meyakini
bahwa Kitab Allah itu benar datang dari Allah.
b. Menjadikan
kitab Allah sebagai Pedoman (hudan) khusus kitab yang diturunkan kepada kita
c. Memahami
isi kandungannya.
d. Mengamalkan
dalam kehidupan sehari-hari
Umat manusia, khususnya umat muslim harus
meyakini bahwa Allah SWT telah menurunkan kitab-kitab Nya kepada para nabi atau
Rasul sebagai pedoman hidup bagi umatnya masing-masing. Al Qur’an sebagai kitab
Allah yang terakhir dan penyempurna sebelumnya telah diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW.
Upaya memahami isi kandungan Al Qur’an,
ada beberapa tahapan yang perlu kita jalani antara lain sebagai berikut.
1.
Tahap pertama, kita harus mengetahui dan
memahami filosofi Islam sebagai agama yang mendapat ridha Allah SWT
2.
Tahap kedua, kita harus mengetahui tata krama
membaca Al Qur’an.
3.
Tahap ketiga, kita harus mengetahui bahwa di
dalam Al Qur’an itu banyak sekali surah atau ayat yang mengandung perumpamaan
atau berupa perumpamaan.
4.
Tahap keempat, kita harus mempergunakan akal
ketika mempelajari dan memahami Al Qur’an.
5.
Tahap kelima, kita harus mengetahui bahwa
didalam Al Qur’an banyak sekali surah atau ayat yang mengandung hikmah atau
tidak bisa langsung diartikan, akan tetapi memiliki arti tersirat.
6.
Tahap keenam, kita harus mengetahui bahwa Al
Qur’an tidak diturunkan untuk menyusahkan manusia dan harus mendahulukan surah
atau ayat yang lebih mudah dan tegas maksudnya untuk segera dilaksanakan.
7.
Tahap ketujuh, kita harus mengetahui bahwa
ayat-ayat didalam Al Qur’an terbagi dua macam (QS Ali Imran : 7) yaitu pertama,
ayat-ayat muhkamat yakni ayat-ayat yang tegas, jelas maksudnya dan mudah
dimengerti. Ayat-ayat muhkamat adalah pokok-pokok isi Al Qur’an yang harus
dilaksanakan oleh manusia dan dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupannya.
Kedua, ayat-ayat yang mutasyabihat adalah ayat-ayat yang sulit dimengerti dan
hanya Allah yang mengetahui makna dan maksudnya.
8.
Tahap kedelapan, kita harus menjalankan isi
kandungan Al Qur’an sesuai dengan keadaan dan kesanggupannya masing-masing (QS
12 : 22, 4 : 36, 65 : 7, 2 : 215, 3 : 92, 2 : 269).
2. Hikmah
Iman Kepada Kita Allah
Ada hikmah yang bisa
direnungi mengapa Allah menurunkan Al Qur’an kepada umat manusia yang diantaranya
adalah sebagai berikut.
1. Menjadikan
manusia tidak kesulitan, atau agar kehidupan manusia menjadi aman, tenteram,
damai, sejahtera, selamat dunia dan akhirat serta mendapat ridha Allah dalam
menjalani kehidupan. (keterangan selanjutnya lihat QS Thaha :
Artinya: Kami
tidak menurunkan Al Quran ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
2.
Untuk mencegah dan mengatasi perselisihan
diantara sesama manusia yang disebabkan perselisihan pendapat dan merasa bangga
terhadap apa yang dimilkinya masing-masing, meskipun berbeda pendapat tetap
diperbolehkan (keterangan selanjutnya lihat QS Yunus : 19.
Artinya: Manusia
dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. Kalau tidaklah karena
suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi
keputusan di antara mereka], tentang apa yang mereka
perselisihkan itu.
3.
Sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman dan bertakwa
Artinya: (Al
Quran) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang-orang yang bertakwa.
4.
Untuk membenarkan kitab-kitab suci sebelumnya
(keterangan selanjutnya lihat QS Al Maidah : 48,
Artinya:
Dan
Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian
terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa
yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan
meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat
diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah
menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya
kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu
5. Untuk
menginformasikan kepada setiap umat bahwa nabi dan rasul terdahulu mempunyai
syariat (aturan) dan jalannya masing-masing dalam menyembah Allah (keterangan
selanjutnya lihat Al Hajj : 67
Artinya: Bagi
tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka
janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan
serulah kepada (agama) Tuhanmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan
yang lurus.
6.
Untuk menginformasikan bahwa Allah tidak
menyukai agama tauhid Nya (islam) dipecah belah (keterangan selanjutnya lihat
QS Al Hijr : 90-91, Al Anbiya : 92-93, Al Mukminun : 52-54, Ar Rum : 30-32, Al
Maidah : 54, an An Nisa : 150-152
7.
Untuk menginformasikan bahwa Al Qur’an berisi
perintah-perintah Allah, larangan-larangan Allah, hukum-hukum Allah,
kisah-kisah teladan dan juga kumpulan informasi tentang takdir serta sunatullah
untuk seluruh manusia dan pelajaran bagi orang yang bertakwa.
8.
Al Qur’an adalah kumpulan dari petunjuk-petunjuk
Allah bagi seluruh umat manusia sejak nabi Adam a.s sampai nabi Muhammad SAW
yang dijadikan pedoman hidup bagi manusia yang takwa kepada Allah untuk
mencapai islam selama ada langit dan bumi (keterangan selanjutnya lihat QS
Maryam : 58, Ali Imran : 33 & 88-85, Shad : 87, dan At Takwir : 27). Manusia
ingin mencapai kehidupan yang selamat sejahtera, baik didunia maupun di akhirat
harus menggunakan pedoman hidup yang lurus dan benar yaitu Al Qur’an
(keterangan selanjutnya lihat QS Maryam : 58, Ali Imran : 33 & 84-85, dan
At Takwir : 27).
Pembentuk akhlakul karimah
Amal berdasarkan ilmu yang benar maka terbentuklah akhlakul karimah
Dengan mereka terhasut oleh hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman)
yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi, agar mereka memahami Al Qur’an dan As
sunnah dengan akal pikiran mereka sehingga menimbulkan perselisihan di antara
kaum muslim karena perbedaan pemahaman, pada hakikatnya mereka secara tidak
langsung telah menjadi perpanjangan tangan kaum Zionis Yahudi untuk meruntuhkan
ukhuwah Islamiyah.
contohnya “sabilil mu’minin” , “jalan orang-orang mu’min” (QS An Nisaa’
[4] : 115) terbatas hanya pada para Sahabat saja atau dengan kata lain
mereka ingin mengada-ada “keharusan” mengikuti manhaj salaf atau mazhab salaf.
Padahal Imam Mazhab yang empat yang bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush
Sholeh tidak pernah menyampaikan adanya “keharusan” mengikuti manhaj salaf atau
mazhab salaf. “Keharusan” hanyalah mentaati Allah ta’ala dan mentaati
RasulNya serta mentaati ulil amri yang mentaati Allah ta’ala dan RasulNya.
Firman Allah Azza wa Jalla yang artinya “wahai orang-orang beriman
taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul-Nya dan ulil amri di antara kamu ”
(QS An Nisa’ : 59 )
Adapun maksud dari ulil amri dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas ra,
sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya adalah para pakar
fiqih dan para ulama yang komitmen dengan ajaran Islam.
Ketaatan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada hakikatnya telah
mengikuti Salafush Sholeh.
Begitupula mengikuti Imam Mazhab yang empat yang melihat langsung penerapan,
perbuatan serta contoh nyata jalan atau cara beribadah dari Salafush Sholeh
pada hakikatnya telah mengikuti Salafush Sholeh.
Sebaliknya mereka yang merasa mengikuti Salafush Sholeh kenyataanya mereka
hanyalah mengikuti para ulama yang mengaku-aku mengikuti Salafush Sholeh
namun tidak bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh dengan kata lain mereka
pada hakikatnya tidak mengikuti Salafush Sholeh namun mengikuti akal pikiran
para ulama mereka semata.
Jikalau telah menjalankan sholat dan merasa telah memenuhi
syarat dan rukun sholat namun tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar
ataupun perbuatan maksiat ada dua kemungkinan “gagal” sholat mencegah
perbuatan keji dan mungkar yakni:
1.
Ilmu yang dipahami oleh mereka tentang syarat dan rukun
sholat adalah keliru dikarenakan menyelisihi apa yang disampaikan oleh Imam
Mazhab yang empat yang telah melihat langsung cara sholat Salafush Sholeh yang
mengikuti cara sholat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Cara sholat mereka mengikuti akal pikiran mereka
sendiri hasil belajar sendiri (secara otodidak) melalui cara muthola’ah,
menelaah kitab.
2.
Amal sholatnya tidak khusyuk sehingga tidak menjadikan
mereka muslim yang berakhlakul karimah atau muslim yang Ihsan.
Urutannya adalah ilmu -> amal -> akhlak
Berdasarkan ilmu yang didapat kita melaksanakan amal sholat, amal sholat
yang selalu dilakukan dengan benar dan khusyuk membentuk muslim yang berakhlak
baik atau berakhlakul karimah. Muslim yang berakhlak baik adalah muslim yang
ihsan
Ada dua kondisi yang dicapai oleh muslim yang ihsan atau muslim yang telah
berma’rifat.
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kondiri terbaik adalah mereka yang berma’rifat atau mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
Kondisi minimal adalah mereka yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla.
Kondiri terbaik adalah mereka yang berma’rifat atau mereka yang dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hati (ain bashiroh)
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ
كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau
menjawab, ‘Kamu takut (takhsya / khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu
melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11)
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah ditanya oleh seorang sahabatnya bernama
Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati (bermakrifat)”
“Apakah Anda pernah melihat Tuhan?” Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?” “Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali. Sayyidina Ali ra menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat, tetapi bisa dilihat oleh hati (bermakrifat)”
Sebuah riwayat dari Ja’far bin Muhammad beliau ditanya: “Apakah engkau
melihat Tuhanmu ketika engkau menyembah-Nya?” Beliau menjawab: “Saya telah
melihat Tuhan, baru saya sembah”. Bagaimana anda melihat-Nya? dia menjawab:
“Tidak dilihat dengan mata yang memandang, tapi dilihat dengan hati yang penuh
Iman (bermakrifat)”
Rasulullah bersabda “Iman paling afdol ialah apabila kamu mengetahui
bahwa Allah selalu menyertaimu dimanapun kamu berada“. (HR. Ath Thobari)
Bagi muslim yang sholatnya benar dan khusyuk maka akan mencapai muslim yang
Ihsan, minimal akan timbul keyakinan pengawasan Allah Azza wa Jalla
terhadap segala sikap dan perbuatan sehingga selalu akan berupaya menghindari
perbuatan maksiat, menghindari perbuatan keji dan mungkar dan menghindari
segala perbuatan yang dibenci oleh Allah Azza wa Jalla.
Muslim yang Ihsan akan mencapai miminal muslim yang sholeh (sholihin)
sebagai bukti nyata dari ketaatan terhadap Allah Azza wa Jalla dan RasulNya
sehinga berkumpul dengan 4 golongan manusia yang mendapatkan maqom disisiNya
lainnya
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Dan barangsiapa yang menta’ati Allah
dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang
yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69 )
Muslim yang Ihsan , mereka itu mahfudz (dipelihara) dengan pemeliharaan
Allah Azza wa Jalla terhadap orang-orang sholeh.
Firman Allah ta’ala yang artinya, ”…Sekiranya kalau bukan karena karunia
Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari
perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa
saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur [24]:21)
Muslim yang dikehendaki oleh Allah Azza wa Jalla adalah mereka yang meraih
maqom disisiNya, minimal adalah muslim yang sholeh.
Menurut Al-Hakim al-Tirmidzi (205-320H/ 820-935M) , muslim yang mendapatkan
maqom disisiNya hingga mencapai al-awliya ‘ishmah berarti mahfudz (terjaga)
dari kesalahan sesuai dengan derajat, jenjang, dan maqamat mereka. Mereka
mendapatkan ‘ishmah sesuai dengan peringkat kewaliannya.
Adanya pemeliharaan, cinta kasih, dan pertolongan Allah kepada al-awliya
(wali Allah) sedemikian rupa merupakan manifestasi dari makna al-walayah
(kewalian) yang berarti dekat dengan Allah dan merasakan kehadiranNya, hudhur
ma’ahu wa bihi (merasakan kehadiran-Nya oleh diri-Nya)
Firman Allah ta’ala yang artinya,
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat”. (QS Shaad [38]:46)
“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat”. (QS Shaad [38]:46)
“Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang
pilihan yang paling baik”. (QS Shaad [38]:47)
Dalam sebuah hadits qudsi Allah ta’ala berfirman, “jika Aku sudah
mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan
pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan
untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia
meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti
Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi
pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang
mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia
merasakan kepedihan sakitnya.” (HR Bukhari 6021)
Sedangkan mereka yang melaksanakan sholat namun tetap melakukan perbuatan
maksiat atau tidak menyadari kesalahan yang mereka perbuat adalah bukti
ketidak-dekatan mereka kepada Allah Azza wa Jalla.
Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin
jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025,
11/46)
Imam Al Baihaqi menyebutkan satu riwayat, bahwa Imam As Syafi’i pernah
mengatakan,”Aku telah bersahabat dengan para sufi selama sepuluh tahun, aku
tidak memperoleh dari mereka kecuali dua perkara ini, ”Waktu adalah pedang” dan
“Termasuk kemaksuman, engkau tidak mampu” (maknanya, sesungguhnya manusia lebih
cenderung berbuat dosa, namun Allah menghalangi, maka manusia tidak mampu
melakukannya, hingga terhindar dari maksiat).
Perkataan Imam As Syafi’i ra yang disampaikan Imam Al Baihaqi tersebut
sesuai dengan firman Allah Azza wa Jalla yang artinya, ”...Sekiranya kalau
bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari
kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah
membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS
An-Nuur:21)
Allah membersihkan siapa saja yang dikehendakiNya , Allah menghalanginya
dari perbuatan keji dan mungkar, menghalanginya dari perbuatan maksiat,
menghalanginya dari kesalahan. Inilah penjagaan Allah Azza wa Jalla terhadap
mereka yang mendapatkan maqom disisiNya. Andaikan mereka membuat
kesalahan pun maka Allah Azza wa Jalla menyegerakan teguranNya sehingga
memberikan kesempatan untuk bertaubat tidak mengundurkan teguran menjadi
balasan di akhirat kelak karena mengetahui kesalahan ketika di akhirat kelak
adalah menunjukkan ketidak-dekatan dengan Allah Azza wa Jalla
Berikut contoh pemeliharaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap
orang-orang sholeh
Imam asy-Syafi’i berkata: ‘Saya mengadu kepada Waqi’ (guru beliau)
buruknya hafalanku, maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan ia
mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat”.
Setelah Imam asy Syafi’i merunut (mencari tahu) kenapa beliau lupa hafalan
Al-Qur’an (hafalan Al-Qur`ânnya terbata-bata), ternyata dikarenakan beliau
tanpa sengaja melihat betis seorang wanita bukan muhrim yang tersingkap oleh
angin dalam perjalanan beliau ke tempat gurunya.
‘Abdullâh bin Al-Mubarak meriwayatkan dari adh-Dhahak bin Muzahim,
bahwasanya dia berkata;”Tidak seorangpun yang mempelajari Al-Qur`ân kemudian
dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya. Karena Allah
berfirman Subhanahu wa Ta’ala : وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا
كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ (“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka
adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri” (QS Asy-Syûra
[42]: 30)- . Sungguh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan musibah yang paling
besar * (. Fadha`ilul-Qur`ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147)
Itulah contoh mereka yang disayang oleh Allah ta’ala dan diberi kesempatan
untuk menyadari kesalahan mereka ketika masih di dunia.
AKHLAKUL
MAZMUMAH
A.
Ananiah
1.
Pengertian Ananiah
Kata ananiah berasal dari bahasa Arab ana yang berarti saya atau aku, kemudian mendapat tambahan kata iyah. Ananiah berarti ’keakuan’. Sifat ananiah biasa disebut egois, yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain.egois merupakan sifat tercela yang dibenci oleh Allah swt. dan manusia karena cenderung berbuat sesuatu yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Orang yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri, mengganggap orang lain hina dan rendah. Padahal Allah swt. dengan tegas tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Firman Allah swt :
Kata ananiah berasal dari bahasa Arab ana yang berarti saya atau aku, kemudian mendapat tambahan kata iyah. Ananiah berarti ’keakuan’. Sifat ananiah biasa disebut egois, yaitu sikap hidup yang terlalu mementingkan diri sendiri bahkan jika perlu dengan mengorbankan kepentingan orang lain.egois merupakan sifat tercela yang dibenci oleh Allah swt. dan manusia karena cenderung berbuat sesuatu yang dapat merusak tatanan pergaulan kehidupan bermasyarakat. Orang yang egois biasanya membangga-banggakan diri sendiri, mengganggap orang lain hina dan rendah. Padahal Allah swt. dengan tegas tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.
Firman Allah swt :
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan
diri.” (QS. An Nisa : 36 ) Contoh Ananiah; suka membanggakan diri sendiri, merasa diri paling benar, menganggap orang lain salah.
diri.” (QS. An Nisa : 36 ) Contoh Ananiah; suka membanggakan diri sendiri, merasa diri paling benar, menganggap orang lain salah.
2.
Menghindari Prilaku Ananiah
Untuk dapat menghindari perilaku ananiah bukanlah suatu hal yang mudah karena setiap manusia pasti memiliki sikap egoistis. Hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar dari perilaku ananiah sebagai berikut :
Untuk dapat menghindari perilaku ananiah bukanlah suatu hal yang mudah karena setiap manusia pasti memiliki sikap egoistis. Hal-hal yang harus dilakukan agar terhindar dari perilaku ananiah sebagai berikut :
a.
Menyadari bahwa perbuatan ananiah dapat
merugikan diri sendiri ataupun orang lain
b.
Menyadari bahwa perilaku ananiah apabila
dibiarkan akan mengarah pada sikap takabur yang dibenci Allah swt
c.
Menghindari bahwa manusia diciptakan sama dan
mempunyai hak yang sama.
d.
embiasakan diri untuk bersedekah dan beramal
saleh
e.
Menekan hawa nafsu dan memupuk sikap tenggang
rasa.
3.
Akibat buruk dari sifat ananiah atau egois
antara lain :
a.
jauh dari pertolongan dan rahmat Allah, sebab
orang yang egois tidak suka menolong orang lain
b.
Menumbuh suburkan sifat rakus, tamak, dan sombong
c.
Menimbulkan kebencian dan permusuhan , sehingga
merugikan diri sendiri.
B.
Gadab
1.
Pengertian Gadab
Gadab (marah) secara bahasa artinya keras, kasar, dan padat. Orang yang marah (pemarah) di sebut gadib. Gadab merupakan antonim(lawan kata)dari rida dan hilm(murah hati). Secara istilah, gadab berarti sikap seseorang yang mudah marah karena tidak senang terhadap perlakuan atau perbuatan orang lain. Amarah selalu mendorong manusia bertingkah laku buruk atau jahat. Seorang pemarah tergolong lemah imannya karena berpandangan picik dan tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Sebaliknya, jika seorang berpandangan luas dan dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan bersikap arif atau bijaksana dalam menyelesaikan setiap masalah.
Gadab (marah) secara bahasa artinya keras, kasar, dan padat. Orang yang marah (pemarah) di sebut gadib. Gadab merupakan antonim(lawan kata)dari rida dan hilm(murah hati). Secara istilah, gadab berarti sikap seseorang yang mudah marah karena tidak senang terhadap perlakuan atau perbuatan orang lain. Amarah selalu mendorong manusia bertingkah laku buruk atau jahat. Seorang pemarah tergolong lemah imannya karena berpandangan picik dan tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya. Sebaliknya, jika seorang berpandangan luas dan dapat mengendalikan hawa nafsunya, maka ia akan bersikap arif atau bijaksana dalam menyelesaikan setiap masalah.
Orang mukmin yang baik selalu bersedia memaafkan kesalahan saudaranya,
baik yang diminta ataupun tidak,karena hanya mengharapkan keridaan Allah swt.
"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” ( QS. Ali Imran : 134 )
Contoh Ghadab; marah tanpa sebab, mudah tersinggung, tidak bisa mengendalikan diri.
"Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” ( QS. Ali Imran : 134 )
Contoh Ghadab; marah tanpa sebab, mudah tersinggung, tidak bisa mengendalikan diri.
2.
Menghindari Perilaku Gadab
Adapun untuk menghindari perilaku gadab diantaranya:
a. Senantiasa membaca istigfar sambil menarik napas panjang.
b. Meninggalkan factor-faktor yang menyebabkan timbulnya marah.
c. Menyadari bahwa perilaku amarah sangat dibenci Allah swt. dan manusia
d. Berusaha belajar memiliki sikap lapang dada dan mudah memaafkan orang lain.
Adapun untuk menghindari perilaku gadab diantaranya:
a. Senantiasa membaca istigfar sambil menarik napas panjang.
b. Meninggalkan factor-faktor yang menyebabkan timbulnya marah.
c. Menyadari bahwa perilaku amarah sangat dibenci Allah swt. dan manusia
d. Berusaha belajar memiliki sikap lapang dada dan mudah memaafkan orang lain.
3.
Akibat buruk sifat ghadab atau pemarah antara
lain :
a.
Dibenci Allah, Rasul-Nya, dan manusia.
b.
Dapat merusak iman seseorang.
c.
Menimbulkan dendam dan sakit hati.
d.
Menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan ,
sehingga merusak persahabatan dan persaudaraan.
C.
Hasad
1. Pengertian
Hasad
Hasad (dengki) secara bahasa berarti menaruh perasaan benci, tidak suka karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain. Secara istilah ialah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain supaya tidak senang terhadap orang yang memperoleh keberuntungan atau karunia dari Allah swt. Hasad biasanya timbul karena adanya permusuhan dan atau persaingan untuk saling menjatuhkan. Hasad merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya, karena harus dijauhi. Apabila dibiarkan ,akan dapat merusak dan menghilangkan semua amal kebaikan seseorang.
Hasad (dengki) secara bahasa berarti menaruh perasaan benci, tidak suka karena iri yang amat sangat kepada keberuntungan orang lain. Secara istilah ialah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain supaya tidak senang terhadap orang yang memperoleh keberuntungan atau karunia dari Allah swt. Hasad biasanya timbul karena adanya permusuhan dan atau persaingan untuk saling menjatuhkan. Hasad merupakan penyakit rohani yang sangat berbahaya, karena harus dijauhi. Apabila dibiarkan ,akan dapat merusak dan menghilangkan semua amal kebaikan seseorang.
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya : “jauhkanlah dirimu dari sifat hasad karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan , ibarat api yang membakar kayu.” (HR. Abu Daud )
Contoh Hasad; mencemarkan nama baik orang lain, menjelek-jelekan orang lain karena iri, dan suka memusuhi orang lain.
Artinya : “jauhkanlah dirimu dari sifat hasad karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan , ibarat api yang membakar kayu.” (HR. Abu Daud )
Contoh Hasad; mencemarkan nama baik orang lain, menjelek-jelekan orang lain karena iri, dan suka memusuhi orang lain.
2. Menghindari
Perilaku Hasad
Cara menghindari perilaku hasad antara lain :
a. Berusaha untuk mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah swt.
b. Menyadari bahwa perilaku hasad sangat berbahaya dan harus dijauhi
c. Menyadari bahwa perilaku hasad dapat menghapus segala kebaikan yang dilakukan
d. Berpikir positif atas segala kejadian yang menimpa kita.
e. Tetap percaya diri dan optimis dengan kekurangan yang kita miliki.
Cara menghindari perilaku hasad antara lain :
a. Berusaha untuk mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Allah swt.
b. Menyadari bahwa perilaku hasad sangat berbahaya dan harus dijauhi
c. Menyadari bahwa perilaku hasad dapat menghapus segala kebaikan yang dilakukan
d. Berpikir positif atas segala kejadian yang menimpa kita.
e. Tetap percaya diri dan optimis dengan kekurangan yang kita miliki.
D.
Gibah
1.
Pengertian Gibah
Secara bahasa, gibah(menggunjing) ialah membicarakan keburukan (keaiban)orang lain. Secara istilah berarti membicarakan kejelekan dan kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan, akhlaq ataupun bentuk lahiriyahnya. Gibah tidak terbatas melalui lisan saja, namun bias terjadi dengan tulisan atau gerakan tubuh. Apabila hal ini berhuibungan dengan agama seseorang ia akan mengatakan bahwa ia pembohong, fasik ,munafik dan lain-lain.
Secara bahasa, gibah(menggunjing) ialah membicarakan keburukan (keaiban)orang lain. Secara istilah berarti membicarakan kejelekan dan kekurangan orang lain dengan maksud mencari kesalahan-kesalahannya, baik jasmani, agama, kekayaan, akhlaq ataupun bentuk lahiriyahnya. Gibah tidak terbatas melalui lisan saja, namun bias terjadi dengan tulisan atau gerakan tubuh. Apabila hal ini berhuibungan dengan agama seseorang ia akan mengatakan bahwa ia pembohong, fasik ,munafik dan lain-lain.
Allah swt melarang keras perilaku gibah tersebut dan menyeru untuk
menjauhinya, karena gibah digambarkan dengan sesuatu yang amat kotor dan
menjijikan .firman Allah swt:
Artinya : “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya..”( QS. Al Hujurat : 12 )
Contoh Gibah; mengumpat dan suka membeberkan kesalahan orang lain
Artinya : “Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya..”( QS. Al Hujurat : 12 )
Contoh Gibah; mengumpat dan suka membeberkan kesalahan orang lain
2.
Menghindari Perilaku Gibah
Cara menghindari dari perilaku tercela antara lain :
Cara menghindari dari perilaku tercela antara lain :
a. Selalu
mengingat bahwa perbuatan gibah ialah penyebab kemarahan dan kemurkaan Allah
swt.
b. Selalu
mengingat bahwasanya timbangan kebaikan gibah akan pindah kepada orang yang
digunjingkannya.
c. Hendaknya
orang yang melakukan gibah mengingat terlebih dahulu aib dirinya sendiri dan
segera berusaha memperbaikinya.
d. Menjauhi
factor-faktor yang dapat menimbulkan terjadinya gibah
e. Senantiasa
mengingatkan orang-orang yang melakukan gibah
E.
Namimah
1.
Pengertian Namimah
Secara bahasa, namimah berarti mengadu domba. Secara istilah, namimah berarti mengadu domba atau menyabar fitnah antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar saling bermusuhan. Namimah termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana larangan Allah swt. dalam Al Qur’an :
Artinya : ‘ Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi gina, yang banyak mencela yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang aku kasar selain dari itu yang terkenal kejahatannya.: (QS> Al Qalam 10 – 14 ). Contoh Namimah; bermuka dua, suka mengadu domba orang lain.
Secara bahasa, namimah berarti mengadu domba. Secara istilah, namimah berarti mengadu domba atau menyabar fitnah antara seseorang dengan orang lain dengan tujuan agar saling bermusuhan. Namimah termasuk perbuatan tercela yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana larangan Allah swt. dalam Al Qur’an :
Artinya : ‘ Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi gina, yang banyak mencela yang kian kemari menghambur fitnah, yang sangat enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, yang aku kasar selain dari itu yang terkenal kejahatannya.: (QS> Al Qalam 10 – 14 ). Contoh Namimah; bermuka dua, suka mengadu domba orang lain.
2.
Menghindari perilaku namimah
Di antara cara menghindari perilaku namimah ialah antara lain:
Di antara cara menghindari perilaku namimah ialah antara lain:
a.
Menyadari bahwa perilaku namimah menyebabkan
seseorang tidak masuk surga meskipun rajin beribdah.
b.
Jangan mudah percaya pada seseorang yang memberikan
informasi negative tentang orang lain
c.
Menhindari factor-faktor yang menyebabkan
terjadinya perilaku namimah, seperti berkumpul tanpa ada tujuan yang jelas,
menggosip dan lain-lain.
Perawatan Jenazah
Merawat Muhtadlir (Orang sekarat
pati)
Apabila telah nampak
tanda-tanda ajal telah tiba, maka tindakan yang sunah dilakukan oleh orang yang
menunggu adalah sebagai berikut:
1. Membaringkan muhtadlir pada lambung sebelah
kanan dan menghadapkannya ke arah qiblat.
Jika tidak memungkinkan semisal karena tempatnya terlalu sempit atau ada
semacam gangguan pada lambung kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung
sebelah kiri, dan bila masih tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap
kiblat dengan memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
2. Membaca
surat Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar Ra’du dengan suara pelan.
Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya ruh. Nabi saw. bersabda:
اِقْرَؤُاْ يٰس عَلَى مَوْتٰاكُمْ. (رواه أبو داود)
“Bacakanlah surat
yasin atas orang-orang (yang akan) mati kalian”. (HR. Abu Dawud)
Bila tidak bisa membaca
keduanya, maka cukup membaca surat Yasin saja.
3. Mentalqin kalimat tahlil dengan santun, tanpa ada
kesan memaksa. Nabi Muhammad saw. bersabda:
لَقِّنُوْا مَوْتَاكُمْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ.
(رواه مسلم)
“Tuntunlah orang
(yang akan) mati diantara kamu dengan ucapan laailaha illallah”. (HR. Muslim)
مَنْ كَانَ آخِرُ كَلاَمِهِ لاَ إِلٰهَ إلاَّ
اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ. (رواه الحاكم)
“Barangsiapa ucapan
terakhirnya kalimat laailaha illallah, maka ia akan masuk surga”. (HR. Hakim)
Dalam mentalqin, pentalqin (mulaqqin ) tidak perlu menambah kata, kecuali muhtadlir (orang yang akan mati)
bukan seorang mukmin, dan ada harapan akan masuk Islam.Talqin tidak perlu diulang kembali jika muhtadlir telah mampu
mengucapkannya, selama ia tidak berbicara lagi. Sebab, tujuan talqin adalah agar kalimat tahlil menjadi penutup kata yang
terucap dari mulutnya.
4. Memberi
minum apabila melihat bahwa ia menginginkannya. Sebab dalam kondisi seperti
ini, bisa saja syaitan menawarkan minuman yang akan ditukar dengan keimanannya.
5. Orang
yang menunggu tidak diperbolehkan membicarakan kejelekannya, sebab malaikat
akan mengamini perkataan
mereka.
Sesaat Setelah Ajal Tiba
Setelah muhtadlir dipastikan meninggal,
tindakan selanjutnya yang sunah untuk dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memejamkan
kedua matanya seraya membaca:
بِسْمِ اللهِ وَعَلٰى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ، اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ
لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ، وَاخْلُفْهُ فِي
عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ، وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ،
وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ، وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ.
2. Mengikat
rahangnya ke atas kepala dengan kain yang agak lebar supaya mulutnya tidak
terbuka.
3. Melemaskan sendi-sendi
tulangnya dengan melipat tangan ke siku, lutut ke paha dan paha ke perut.
Setelah itu dibujurkan kembali dan jari-jari tangannya dilemaskan. Bila agak
terlambat sehingga tubuhnya kaku, maka boleh menggunakan minyak atau yang
lainnya untuk melemaskan sendi-sendi tulang mayit. Faedah dari pelemasan ini
adalah mempermudahkan proses memandikan dan mengkafani.
4. Melepas
pakaian secara perlahan, kemudian menggantinya dengan kain tipis yang dapat
menutup seluruh tubuhnya, yang ujungnya diselipkan di bawah kepala dan kedua
kakinya. Kecuali apabila ia sedang melaksanakan ihram, maka kepalanya harus dibiarkan terbuka.
5. Meletakkan
benda seberat dua puluh dirham (20x2,75 gr = 54,300 gr) atau secukupnya di atas
perutnya dengan dibujurkan dan diikat agar perutnya tidak membesar.
6. Meletakkan
mayit di tempat yang agak tinggi agar tidak tersentuh kelembaban tanah yang
bisa mempercepat rusaknya badan.
7. Dihadapkan
ke arah qiblat sebagaimana muhtadlir.
8. Segera
melakukan perawatan pada mayit, dan melaksanakan wasiatnya.
9. Membebaskan
segala tanggungan hutang dan lainnya.
Tajhizul Jenazah (Merawat Mayit)
Tajhizul jenazah adalah
merawat atau mengurus seseorang yang telah meninggal. Perawatan di sini
berhukum fardlu kifayah,
kecuali bila hanya terdapat satu orang saja, maka hukumnya fardlu ‘ain.
Hal-hal yang harus
dilakukan saat merawat jenazah sebenarnya meliputi lima hal, yaitu:
1. Memandikan
2. Mengkafani
3. Menshalati
4. Membawa
ke tempat pemakaman
5. Memakamkan
Namun, karena kewajiban
membawa jenazah ke tempat pemakaman merupakan kelaziman dari kewajiban
memakamkannya, kebanyakan ahli fiqih tidak mencantumkannya. Sehingga perawatan
mayit hanya meliputi empat hal, yakni memandikan, mengkafani, menshalati dan
memakamkannya.
Dari keempat hal yang
diwajibkan di atas, pada taraf praktek terdapat beberapa pemilahan sebagai
berikut:
1. Orang
Muslim
a. Muslim
yang bukan syahid
Kewajiban yang harus
dilakukan adalah:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalati.
4. Memakamkan.
b. Muslim
yang syahid dunia atau syahid dunia-akhirat, mayatnya haram dimandikan dan
dishalati, sehingga kewajiban merawatnya hanya meliputi:
a. Menyempurnakan
kafannya jika pakaian yang dipakainya tidak cukup untuk menutup seluruh
tubuhnya.
b. Memakamkan.
2. Bayi
yang terlahir sebelum usia 6 bulan (Siqtu)
Dalam kitab-kitab salafy dikenal
tiga macam kondisi bayi, yakni:
a. Lahir
dalam keadaan hidup. Perawatannya sama dengan perawatan jenazah muslim dewasa.
b. Berbentuk
manusia sempurna, tapi tidak tampak tanda-tanda kehidupan. Hal-hal yang harus
dilakukan sama dengan kewajiban terhadap jenazah muslim dewasa, selain
menshalati.
c. Belum
berbentuk manusia sempurna. Bayi yang demikian, tidak ada kewajiban apapun dalam
perawatannya, akan tetapi disunahkan membungkus dan memakamkannya.
Adapun bayi yang lahir pada usia 6 bulan lebih, baik terlahir
dalam keadaan hidup ataupun mati, kewajiban perawatannya sama dengan orang
dewasa.
3. Orang
Kafir
Dalam hal ini orang kafir dibedakan menjadi dua:
a. Kafir dzimmi (termasuk kafir muaman dan mu’ahad)
Hukum menshalati mayit kafir adalah haram, adapun hal yang harus
dilakukan pada mayat kafir dzimmi adalah
mengkafani dan memakamkan.
b. Kafir harbi dan Orang murtad
Pada dasarnya tidak ada kewajiban apapun atas perawatan
keduanya, hanya saja diperbolehkan untuk mengkafani dan memakamkannya.
Memandikan
Seperangkat peralatan
yang harus disiapkan sebelum memandikan mayit adalah daun kelor (Jawa: widara), sabun, sampo, kaos tangan,
handuk, kapur barus, air bersih dan sebagainya.
Hal-hal penting yang
perlu diperhatikan dalam proses memandikan mayit adalah:
Khutbah, Tabligh, dan Dakwah
Pengertian khutbah
Secara etimologis (harfiyah), khuthbah artinya
: pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam
(istilah syara’); khutbah (Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang
khatib di depan jama’ah sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat
dan rukun tertentu, baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh
(pembelajaran) maupun taushiyah (nasehat).
Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato
normatif, karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan
persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat
perhatian.
Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan
sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana
(Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah.
Pengertian Tabligh
Dilihat dari akar katanya, kata Tabligh berasal dari kata kerja (fi`il) Balagha > yubalighu yang
artinya menyampaikan. Sedangkan menurut istilah tabligh adalah “menyampaikan ajaran-ajaran Islam yang
diterima dari Allah, SWT kepada ummat manusia agar dijadika pedoman hidup
supaya memperoleh kebahagian didunia dan ahirat.”.
Pengertian Dakwah
Definisi Dakwah Menurut Bahasa
Menurut kamus besar bahasa arab :
دعا – يدعو- دعوة
artinya : panggilan, ajakan, seruan
Secara istilah, kata da’wah berarti menyeru atau mengajak
manusia untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk, menyuruh berbuat
kebajikan dan melarang perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah Swt. dan
rasul-Nya agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Syaikh Ali Mahfuzh -murid Syaikh Muhammad Abduh- sebagai
pencetus gagasan dan penyusunan pola ilmiah ilmu da’wah memberi batasan
mengenai da’wah sebagai: “Membangkitkan
kesadaran manusia di atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh berbuat ma’ruf dan
maencegah dari perbuatan yang munkar, supaya mereka memperoleh keberuntungan
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.”
Da’wah adalah usaha penyebaran pemerataan ajaran agama di
samping amar ma’ruf dan nahi munkar. Terhadap umat Islam yang
telah melaksanakan risalah Nabi lewat tiga macam metode yang paling pokok yakni
da’wah, amar ma’ruf, dan nahi munkar, Allah memberi mereka
predikat sebagai umat yang berbahagia atau umat yang menang .
Tujuan Dakwah
Adapun mengenai tujuan da’wah, yaitu:
pertama, mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal: 24 di sana di
siratkan bahwa yang menjadi maksud dari da’wah adalah menyadarkan manusia akan
arti hidup yang sebenarnya. Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia
dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.
Kedua, mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju
terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah: “Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk mengeluarkan manusia
dari gelap gulita kepada terang-benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan
yang perkasa, lagi terpuji.” (QS. Ibrahim: 1)
Urgensi dan Strategi Amar
ma’ruf Nahi munkar
Dalam Al-Qur’an dijumpai lafadz “amar ma’ruf nahi munkar” pada beberapa tempat. Sebagai
contoh dalam QS. Ali Imran: 104:
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Mereka itulah orang-orang
yang beruntung”. Hasbi Ash Siddieqy menafsirkan ayat ini:
“Hendaklah ada di antara kamu suatu golongan yang menyelesaikan urusan dawah,
menyuruh ma’ruf (segala yang dipandang baik oleh syara.. dan akal) dan mencegah
yang munkar (segala yang dipandang tidak baik oleh syara.. dan akal) mereka
itulah orang yang beruntung.”
Dalam ayat lain disebutkan “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi umat manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah” (QS.
Ali Imran: 110). Lafadz amar
ma’ruf dan nahi munkar tersebut juga bisa ditemukan dalam QS. At
Taubah: 71, Al Hajj: 41, Al-A’raf: 165, Al Maidah: 78-79 serta masih banyak
lagi dalam surat yang lain.
Bila dicermati, ayat-ayat di atas menyiratkan bahwa amar ma’ruf nahi munkar merupakan perkara
yang benar-benar urgen dan harus diimplementasikan dalam realitas kehidupan
masyarakat. Secara global ayat-ayat tersebut menganjurkan terbentuknya suatu
kelompok atau segolongan umat yang intens mengajak kepada kebaikan dan mencegah
dari kejelekan. Kelompok tersebut bisa berupa sebuah organisasi, badan hukum,
partai ataupun hanya sekedar kumpulan individu-individu yang sevisi. Anjuran
tersebut juga dikuatkan dengan hadits Rasulullah: “Jika kamu melihat umatku takut berkata kepada orang dzhalim, ‘Hai
dzhalim!’, maka ucapkan selamat tinggal untuknya.”
Dari ayat-ayat di muka dapat ditangkap bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan salah satu
parameter yang digunakan oleh Allah dalam menilai kualitas suatu umat. Ketika
mengangkat kualitas derajat suatu kaum ke dalam tingkatan yang tertinggi Allah
berfirman: “Kalian adalah umat
terbaik yang dilahirkan untuk umat manusia.” Kemudian Allah
menjelaskan alasan kebaikan itu pada kelanjutan ayat: “Menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah
dari yang munkar.” (QS. Ali Imran: 110). Demikian juga dalam
mengklasifikasikan suatu umat ke dalam derajat yang serendah-rendahnya, Allah
menggunakan eksistensi amar
ma’ruf nahi munkar sebagai
parameter utama. Allah Swt. berfirman: “Telah
dila’nati orang-orang kafir dari Bani Isra’il melalui lisan Daud dan Isa putera
Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu tidak melarang
tindakan munkar yang mereka perbuat.”(QS. Al Maidah 78-79). Dari sinipun
sebenarnya sudah bisa dipahami sejauh mana tingkat urgensitas amar ma’ruf nahi munkar.
Bila kandungan ayat-ayat amar ma’ruf nahi
munkar dicermati, -terutama ayat 104 dari QS. Ali Imran- dapat
diketahui bahwa lafadzamar ma’ruf dan nahi munkar lebih didahulukan
dari lafadz iman, padahal
iman adalah sumber dari segala rupa taat. Hal ini dikarenakan amar ma’ruf nahi munkar adalah
bentengnya iman, dan hanya dengannya iman akan terpelihara. Di samping itu, keimanan adalah
perbuatan individual yang akibat langsungnya hanya kembali kepada diri si
pelaku, sedangkan amar ma’ruf nahi munkar adalah perbuatan
yang berdimensi sosial yang dampaknya akan mengenai seluruh masyarakat dan juga
merupakan hak bagi seluruh masyarakat.
Hamka berpendapat bahwa pokok dari amar ma’ruf adalah mentauhidkan Allah, Tuhan semesta alam.
Sedangkan pokok dari nahi munkar adalah
mencegah syirik kepada Allah. Implementasi amar ma’ruf nahi
munkar ini pada dasarnya sejalan dengan pendapat khalayak yang
dalam bahasa umumnya disebut dengan public
opinion, sebab al ma’ruf adalah
apa-apa yang disukai dan diingini oleh khalayak, sedang al munkar adalah segala apa yang
tidak diingini oleh khalayak. Namun kelalaian dalam ber-amar ma’ruf telah memberikan kesempatan bagi timbulnya
opini yang salah, sehingga yang ma’ruf terlihat sebagai kemunkaran dan yang
munkar tampak sebagai hal yang ma’ruf.
Konsisnten dalam ber-amar
ma’ruf nahi munkar adalah
sangat penting dan merupakan suatu keharusan, sebab jika ditinggalkan oleh
semua individu dalam sebuah masyarakat akan berakibat fatal yang ujung-ujungnya berakhir dengan
hancurnya sistem dan tatanan masyarakat itu sendiri. Harus disadari bahwa
masyarakat itu layaknya sebuah bangunan. Jika ada gangguan yang muncul di salah
satu bagian, amar ma’ruf nahi munkar harus senantiasa
diterapkan sebagai tindakan preventif melawan kerusakan. Mengenai hal ini
Rasulullah Saw. memberikan tamsil: “Permisalan
orang-orang yang mematuhi larangan Allah dan yang melanggar, ibarat suatu kaum
yang berundi di dalam kapal. Di antara mereka ada yang di bawah. Orang-orang
yang ada di bawah jika hendak mengambil air harus melawati orang-orang yang ada
di atas meraka. Akhirnya mereka berkata ‘Jika kita melubangi kapal bagian kita,
niscaya kita tidak akan mengganggu orang yang di atas kita’. Jika orang yang di
atas membiarkan mereka melubangi kapal, niscaya semua akan binasa. Tetapi jika
orang yang di atas mencegah, maka mereka dan semuannya akan selamat.”
Suatu kaum yang senantiasa berpegang teguh pada prinsip ber-amar ma’ruf nahi munkar akan mendapatkan balasan dan pahala
dari Allah Swt. yang antara lain berupa:
- Ditinggikan derajatnya ke
tingkatan yang setinggi-tingginya (QS. Ali Imran: 110).
- Terhindar dari kebinasaan
sebagaimana dibinasakannya Fir’aun beserta orang-orang yang berdiam diri
ketika melihat kedzalimannya.
- Mendapatkan pahala berlipat
dari Allah sebagaimana sabda Nabi Saw.: “Barangsiapa yang mengajak kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan
pahalanya dan pahala orang yang mengamalkannya sampai hari kiamat, tanpa
mengurangi pahala mereka sedikitpun”.
- Terhindar dari laknat Allah
sebagai mana yang terjadi pada Bani Isra’il karena keengganan mereka dalam
mencegah kemunkaran. (QS. Al-Maidah: 78-79).
Secara prinsipil seorang Muslim dituntut untuk tegas dalam
menyampaikan kebenaran dan melarang dari kemunkaran. Rasul Saw. bersabda: “Barang siapa di antara kamu menjumpai
kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak
mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia
menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman”. Hadits
ini memberikan dorongan kepada orang Muslim untuk ber-amar ma’rufdengan kekuasaan dalam arti kedudukan dan kemampuan
fisik dan kemampuan finansial. Amar
ma’ruf dan khususnya nahi
munkar minimal diamalkan dengan lisan melalui nasihat yang baik,
ceramah-ceramah, ataupun khutbah-khutbah, sebab semua. Muslim tentunya tidak
ingin bila hanya termasuk di dalam golongan yang lemah imannya.
Da’wah dan amar
ma’ruf nahi munkar dengan
metode yang tepat akan menghantarkan dan menyajikan ajaran Islam secara
sempurna. Metode yang di terapkan dalam menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar tersebut sebenarnya
akan terus berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat yang
dihadapi para da’i. Amar ma’ruf dan nahi munkar tidak bertujuan
memperkosa fitrah seseorang untuk tunduk dan
senantiasa mengikuti tanpa mengetahui hujjah yang dipakai, tetapi untuk memberikan koreksi dan
membangkitkan kesadaran dalam diri seseorang akan kesalahan dan kekurangan yang
dimiliki.
Ketegasan dalam menyampaikan amar ma’ruf dan nahi
munkar bukan berarti menghalalkan cara-cara yang radikal. Implementasinya
harus dengan strategi yang halus dan menggunakan metode tadarruj (bertahap) agar tidak
menimbulkan permusuhan dan keresahan di masyarakat. Penentuan strategi dan
metode amar ma’ruf nahi munkar harus
mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat yang dihadapi. Jangan sampai hanya
karena kesalahan kecil dalam menyampaikan amar ma’ruf nahi
munkar justru mengakibatkan kerusakan dalam satu umat dengan social cost yang tinggi.
Dalam menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar hendaknya
memperhatikan beberapa poin yang insya Allah bisa diterapkan dalam berbagai
bentuk masyarakat:
- Hendaknya amar ma’ruf nahi munkar dilakukan
dengan cara yang ihsan agar tidak berubah menjadi penelanjangan aib dan
menyinggung perasaan orang lain. Ingatlah ketika Allah berfirman kepada Musa
dan Harun agar berbicara dengan lembut kepada Fir’aun (QS. Thaha: 44).
- Islam adalah agama yang
berdimensi individual dan sosial, maka sebelum memperbaiki orang lain
seorang Muslim dituntut berintrospeksi dan berbenah diri, sebab cara amar ma’ruf yang baik
adalah yang diiringi dengan keteladanan.
- Menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar disandarkan
kepada keihklasan karena mengharap ridla Allah, bukan mencari popularitas
dan dukungan politik.
- Amar
ma’ruf nahi munkar dilakukan menurut Al-Qur’an dan Al-Sunnah,
serta diimplementasikan di dalam masyarakat secara berkesinambungan.
Dalam menyampaikan da’wah amar ma’ruf nahi
munkar, para da’i dituntut memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi,
baik kepada Allah maupun masyarakat dan negara. Bertanggung jawab kepada Allah
dalam arti bahwa da’wah yang ia lakukan harus benar-benar ikhlas dan sejalan dengan apa yang telah digariskan
oleh Al Qur’an dan Sunnah. Bertanggung jawab kepada masyarakat atau umat
menganduang arti bahwa da’wah Islamiyah memberikan kontribusi positif bagi
kehidupan sosial umat yang bersangkutan. Bertanggung jawab kepada negara
mengandung arti bahwa pengemban risalah senantiasa memperhatikan kaidah hukum
yang berlaku di negara dimana ia berda’wah. Jika da’wah dilakukan tanpa
mengindahkan hukum positif yang berlaku dalam sebuah negara, maka kelancaran
da’wah itu sendiri akan terhambat dan bisa kehilangan simpati dari masyarakat
PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA MODERN
Pembaruandalam Islam yang timbul pada periode sejarah Islam
mempunyai tujuan, yakni membawa umat Islam pada kemajuan, baik dalam ilmu
pengetahuan maupun kebudayaan. Perkembangan Islam dalam sejarahnya mengalami
kemajuan dan juga kemunduran. Bab ini akan menguraikan perkembangan Islam pada
masa pembaruan. Pada masa itu, Islam mampu menjadi pemimpin peradaban.
Mungkinkah Islam mampu kembali menjadi pemimpin peradaban?
Dalam bahasa Indonesia, untuk merujuk suatu kemajuan selalu
dipakai kata modern, modernisasi, atau modernisme. Masyarakat barat menggunakan
istilah modernisme tersebut untuk sesuatu yang mengandung arti pikiran, aliran
atau paradigma baru. Istilah ini disesuaikan untuk suasana baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan, baik oleh ilmu pengetahuan maupun tekhnologi.
A.Perkembangan Ajaran Islam, Ilmu Pengetahuan, dan kebudayaan
1.Pada
bidang Akidah
Salah satu pelopor pembaruan dalam dunia Islam Arab adalah suatu
aliran yang bernama Wahabiyah yang sangat berpengaruh di abad ke-19. Pelopornya
adalah Muhammad Abdul Wahab (1703-1787 M) yang berasal dari nejed, Saudi
Arabia. Pemikiran yang dikemukakan oelh Muhammada Abdul Wahab adalah upaya
memperbaiki kedudukan umat Islam dan merupakan reaksi terhadap paham tauhid
yang terdapat di kalangan umat Islam saat itu. Paham tauhid mereka telah
bercampur aduk oleh ajaran-ajaran tarikat yang sejak abad ke-13 tersebar luas
di dunia Islam
Disetiap negara Islam yang dikunjunginya, Muhammad Abdul Wahab
melihat makam-makam syekh tarikat yang bertebaran. Setiap kota bahkan desa-desa
mempunyai makam sekh atau walinya masing-masing. Ke makam-makam itulah uamt
Islam pergi dan meminta pertolongan dari syekh atau wali yang dimakamkan disana
untuk menyelesaikan masalah kehidupan mereka sehari-hari. Ada yang meminta
diberi anak, jodoh disembuhkan dari penyakit, dan ada pula yang minta diberi
kekayaan. Syekh atau wali yang telah meninggal. Syekh atau wali yang telah
meninggal dunia itu dipandang sebagai orang yang berkuasa untuk meyelesaikan
segala macam persoalan yang dihadapi manusia di dunia ini. Perbuatan ini
menurut pajam Wahabiah termasuk syirik karena permohonan dan doa tidak lagi
dipanjatkan kepada Allah SWT
Masalah tauhid memang merupakan ajaran yang paling dasar dalam
Islam . oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Muhammad Abdul Wahab
memusatkan perhatiannya pada persoalan ini. Ia memiliki pokok-pokok pemikiran
sebagai berikut.
- Yang harus
disembah hanyalah Allah SWT dan orang yang menyembah selain dari Nya telah
dinyatakan sebagai musyrik
- Kebanyakan orang
Islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya karena mereka
meminta pertolongan bukan kepada Allah, melainkan kepada syekh, wali atau
kekuatan gaib. Orang Islam yang berperilaku demikian juga dinyatakan
sebagai musyrik
- Menyebut nama
nabi, syekh atau malaikat sebagai pengantar dalam doa juga dikatakan
sebagai syirik
- Meminta syafaat
selain kepada Allah juga perbuatan syrik
- Bernazar kepada
selain Allah juga merupakan sirik
- Memperoleh
pengetahuan selain dari Al Qur’an, hadis, dan qiyas merupakan kekufuran
- Tidak percaya
kepada Qada dan Qadar Allah merupakan kekufuran.
- Menafsirkan Al
Qur’an dengan takwil atau interpretasi bebas juga termasuk kekufuran.
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid tersebut, makam-makam yang
banyak dikunjungi denngan tujuan mencari syafaat, keberuntungan dan lain-lain
sehingga membawa kepada paham syirik, mereka usahakan untuk dihapuskan.
Pemikiran-pemikiran Muhammad Abdul Wahab yang mempunyai pengaruh pada
perkembangan pemikiran pembaruan di abad ke-19 adalah sebagai berikut.
- Hanya alquran
dan hadis yang merupakan sumber asli ajaran-ajaran Islam. Pendapat ulama
bukanlah sumber
- Taklid kepada
ulama tidak dibenarkan
- Pintu ijtihad
senantiasa terbuka dan tidak tertutup
Muhammad Abdul Wahab merupakan pemimpin yang aktif berusaha
mewujudkan pemikirannya. Ia mendapat dukungan dari Muhammad Ibn Su’ud dan
putranya Abdul Aziz di Nejed. Paham-paham Muhammad Abdul Wahab tersebar luas
dan pengikutnya bertambah banyak sehingga di tahun 1773 M mereka dapat menjadi
mayoritas di Ryadh. Di tahun 1787, beliau meninggal dunia tetapi
ajaran-ajarannya tetap hidup dan mengambil bentuk aliran yang dikenal dengan
nama Wahabiyah.
2.Pada
bidang Ilmu Pengetahuan
Islam merupakan agama yang sangat mendukung kemajuan ilmu
pengetahuan. Oleh karena itu, Islam menghendaki manusia menjalankan kehidupan
yang didasarkanpada rasioanlitas atau akal dan iman. Ayat-ayat Al Qur’an banyak
memberi tempat yang lebih tinggi kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan,
Islam pun menganjurkan agar manusia jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang
telah dimilikinya karena berapapun ilmu dan pengetahuan yang dimiliki itu,
masih belum cukup untuk dapat menjawab pertanyaan atau masalah yang ada di
dunia ini. Firman Allah SWT( lihat Al_qur’an )
Artinya : “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi
tinta), ditambahkan kepada tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak
akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa
lagi maha bijaksana.” (QS luqman : 27)
Ajaran Islam tersebut mendapat respon yang positif dari para
pemikir Islam sejak zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M)
hingga periode modern (1800 m dan seterusnya). Masa pembaruan merupakan zaman
kebangkitan umat Islam. Jatuhnya mesir ke tangan barat menynadarkan umat Islam
bahwa di barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan
ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikirkan cara
untul meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam. Pemikiran dan usaha pembaruan
antara lain sebagai berikut.
a.Praperiode modern (1250-1800 M)
Sebenarnya pembaruan dan perkembangan ilmu pengetahuan telah
dimulai sjak periode pertengahan, terutama pada masa kerajaan usmani. Pada abad
ke-17, mulai terjadi kemunduran khusunya ditandai oleh kekalahan-kekalahan yang
dialami melalui peperangan melawan negara-negara Eropa. Peristiwa tersebut
diawali dengan terpukul mundurnya tentara usmani ketika dikirm untuk menguasai
wina pada tahun 1683. kerajaan usmani menyerahkan Hungaria kepada Austria,
daerah Podolia kepada Polandia, dan Azov kepada Rusia dengan perjanjian
Carlowiz yang ditandatangani tahun 1699
Kekalahan yang menyakitkan ini mendorong raja-raja dan
pemuka-pemuka kerajaan usmani mengadakan berbagai penelitian untuk menyelidiki
sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Mereka mulai
memperhatikan kemajuan Eropa, terutama Prancis sebagai negara yang terkemuka
pada waktu itu. Negara Eropa mulai mempunyai arti yang penting bagi cendikiawan
atau pemuka-pemuka usmani. Orang-orang Eropa yang selama ini dipandang sebagai
kafir dan rendah mulai dihargai. Bahkan, duta-dutapun dikirim ke Eropa untuk
mempelajari kemajuan berbagai disiplin ilmu serta suasana dari dekat
Pada tahun 1720, Celebi Mehmed diangkat subagai duta di Paris
dengan tugas khusu mengunjungi pabrik-pabrik, benteng-benteng pertahanan, dan
institusi-institusi lainnya serta memberi laporan tentang kemajuan tekhnik,
organisasi angkatan perang modern, rumah sakit, observatorium, peraturan,
karantina, kebun binatang, adat istiadat dan lain sebagainya seperti ia lihat
di Perancis. Di tahun 1741 M anaknya, Said Mehmed dikirim pula ke paris
Laporan-laporan kedua duta ini menarik perhatian Sultan Ahmad
III (1703-1730 M) untuk memulai pembaruan di kerajaan Usmani. Pada tahun 1717
M, seorang perwira Perancis bernama De Rochefart datang ke Istanbul dengan usul
membentuk suatu korps artileri tentara Usmani berdasarkan ilmu-ilmu kemiliteran
modern. Di tahun 1729, datang lagi seorang Perancis yakni Comte De Bonneval
yang kemudia masuk Islam dengan nama baru Humbaraci Pasya. Ia bertugas melatih
tentara usmani untuk memakai alat-alat (meriam) modern. Untuk menjalankan tugas
ini, ia dibantu oleh Macarthy dari Irlandia, Ramsay dari Skotlandia dan Mornai
dari Perancis. Atas usaha ahli-ahli Eropa inilah, taktik dan teknik militer ,odern
pun dimasukkan ke dalam angkatan perang usmani. Maka pada tahun 1734 M, dibuka
sekolah teknik militer untuk pertama kalinya.
Dalam bidang non militer, pemikiran dan usaha pembaruan
dicetuskan oleh Ibrahim Mutafarrika (1670-1754 M). Ia memperkenalkan ilmu-ilmu
pengetahuan modern dan kemajuan barat kepada masyarakat turki yang disertai
pula oleh usha penerjemahan buku-buku barat ke dalam bahasa turki. Suatu badan
penerjemah yang terdiri atas 25 orang anggota dibentuk pada tahun 1717 M
Sarjana atau filsuf Islam yang termasyur, baik didunia Islam
atau barat ialah Ibnu Sina (1031 M) dan Ibnu Rusyd (1198 M). Dalam bidang seni
atau syair, penyair persia Umar Khayam (1031 M) dan penyair lirik Hafiz (1389
M) yang dijuluki Lisan Al Gaib atau suara dari dunia gaib, sangat dikenal luas
saat itu
b.Pembaruan pada periode modern
(1800 M – dan seterusnya)
Kaum muslim memiliki banyak sekali tokoh – tokoh pembaruan yang
pokok – pokok pemikirannya maupun jasa-jasanya di berbagai bidang telah
memberikan sumbangsih bagi uamt Islam di dunia. Beberapa tokoh yang terkenal
dalam dunia ilmu pengetahuan atau pemikiran Islam tersebut antara lain sebagai
berikut.
1)Jamaludin
Al Afgani (Iran 1838 – Turki 1897)
Salah satu sumbangan terpenting di dunia Islam diberikan oleh
sayid Jamaludin Al Afgani. Gagasannya mengilhami kaum muslim di Turki, Iran,
mesir dan India. Meskipun sangant anti imperialisme Eropa, ia mengagungkan
pencapaian ilmu pengetahuan barat. Ia tidak melihat adanya kontradiksiantara
Islam dan ilmu pengetahuan. Namun, gagasannya untuk mendirikan sebuah
universitas yang khusus mengajarkan ilmu pengetahuan modern di Turki menghadapi
tantangan kuat dari para ulama. Pada akhirnya ia diusir dari negara tersebut.
2)Muhammad
Abduh (mesir 1849-1905) dan Muhammad Rasyd Rida (Suriah 1865-1935)
Guru dan murid tersebut sempat mengunjungi beberapa negara Eropa
dan amat terkesan dengan pengalaman mereka disana. Rasyd Rida mendapat
pendidikan Islam tradisional dan menguasai bahasa asing (Perancis dan Turki)
yang menjadi jalan masuknya untuk mempelajari ilmu pengetahuan secara umum.
Oelh karena itu, tidak sulit bagi Rida untuk bergabung dengan gerakan pembaruan
Al Afgani dan Muhammad Abduh di antaranya melalui penerbitan jurnal Al Urwah Al
Wustha yang diterbitkan di paris dan disebarkan di Mesir. Muhammad Abduh
sebagaimana Muhammad Abdul Wahab dan Jamaludin Al Afgani, berpendapat bahwa
masuknya bermacam bid’ah ke dalam ajaran Islam membuat umat Islam lupa akan
ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Bid’ah itulah yang menjauhkan masyarakat
Islam dari jalan yang sebenarnya.
3)Toha
Husein (Mesir Selatan 1889-1973)
Toha husein adalah seorang sejarawan dan filsuf yang amat
mendukung gagasan Muhammad Ali Pasya. Ia merupakan pendukung modernisme yang
gigih. Pengadopsian terhadap ilmu pengetahuan modern tidak hanya penting dari
sudut nilai praktis (kegunan)nya saja, tetapi juga sebagai perwujudan suatu
kebudayaan yang amat tinggi. Pandangannya dianggap sekularis karena mengunggulkan
ilmu pengetahuan.
4)Sayid
Qutub (Mesir 1906-1966) dan Yusuf Al Qardawi.
Al qardawi menekankan perbedaan modernisasi dan pembaratan. Jika
modernisasi yang dimaksud bukan berarti upaya pembaratan dan memiliki batasan
pada pemanfaatan ilmu pengetahuan modern serta penerapan tekhnologinya, Islam
tidak menolaknya bahkan mendukungnya. Pandangan al qardawi ini cukup mewakili
pandangan mayoritas kaum muslimin. Secara umum, dunia Islam relatif terbuka
untuk menerima ilmu pengetahuan dan tekhnologi sejauh memperhitungkan manfaat
praktisnya. Pandangan ini kelak terbukti dan tetap bertahan hingga kini di
kalangan muslim. Akan tetapi, dikalangan pemikir yang mempelajari sejarah dan
filsafat ilmu pengetahuan, gagasan seperti ini tidak cukup memuaskan mereka.
5)Sir
Sayid Ahmad Khan (india 1817-1898)
Sir Sayid Ahmad Khan adalah pemikir yang menyerukan saintifikasi
masyarakat muslim. Seperti halnya Al Afgani, ia menyerukan kaum muslim untuk
meraih ilmu pengetahuan modern. Akan tetapi, berbeda dengan Al Afgani ia
melihat adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi
modern. Kekuatan pembebas itu antara lain meliputi penjelasan mengenai suatu
peristiwa dengan sebab-sebabnya yang bersifat fisik materiil. Di barat,
nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari tahayuldan cengkeraman kekuasaan
gereja. Kini, dengan semangat yang sama, Ahmad Khan merasa wajib membebaskan
kaum muslim dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari pemahaman terhadap
Al Qur’an. Ia amat serius dengan upayanya ini antara lain dengan menciptakan
sendiri metode baru penafsiran Al Qur’an. Hasilnya adalah teologi yang memiliki
karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Al Qur’an
6)Sir
Muhammad Iqbal (Punjab 1873-1938)
Generasi awal abad ke-20 adalahSir Muhammad Iqbal yang merupakan
salah seorang muslim pertama di anak benua India yang sempat mendalami
pemikiran barat modern dan mempunyai latar belakang pendidikan yang bercorak
tradisional Islam. Kedua hal ini muncul dari karya utamanya di tahun 1930 yang
berjudul The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Pembangunan Kembali Pemikiran
Keagamaan dalam Islam). Melalui penggunaan istilahrecontruction,
ia mengungkapkan kembali pemikiran keagamaan Islam dalam bahasa modern untuk
dikonsumsi generasi baru muslim yang telah berkenalan dengan perkembangan
mutakhir ilmu pengetahuan dan filsafat barat abad ke-20
B.Perkembangan
Kebudayaan pada masa Pemabaharuan
Bangsa Turki tercatat dalam sejarah Islam dengan keberhasilannya
mendirikan dua dinasti yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Dinasti Turki Usmani. Di
dunia Islam, ilmu pengetahuan modern mulai menjadi tantangan nyata sejak akhir
abad ke-18, terutama sejak Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun 1798
dan semakin meningkat setelah sebagian besar dunia Islam menjadi wilayah
jajahan atau dibawah pengaruh Eropa.akhirnya serangkaian kekalahan berjalan
hingga memuncak dengan jatuhnya dinasti Usmani di Turki. Proses ini terutama
disebabkan oleh kemjuan tekhnologi barat. Setelah pendudukan Napoleon, Muhammad
Ali memainkan peranan penting dalam kampanye militer melawan Perancis. Ia
diangkat oleh pengusaha Usmani menjadi Pasya pada tahun 1805 dan memerintah
Mesir hingga tahun 1894
Buku-buku ilmu pengetahuan dalam bahasa Arab diterbitkan. Akan
tetapi, saat itu terdapat kontroversial percetakan pertama yang didirikan di
Mesir ditentang oleh para ulama karena salah satu alatnya menggunakan kulit
babi. Muhammad Ali Pasya mendirikan beberapa sekolah tekhnik dengan
guru-gurunya dari luar negaranya. Ia mengirim lebih dari 4000 pelajar ke Eropa
untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan tekhnologi.
Kebudayaan turki merupakan perpaduan antara kebudayaan Persia,
Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak menerima
ajaran-ajaran tentang etika dan tatakrama kehidupan kerajaan atau organisasi
pemerintahan. Prinsip kemiliteran mereka dapatkan dari Bizantium, sedangkan
dari Arab, mereka mendapat ajaran tentang prinsip ekonomi, kemasyarakatan, dan
ilmu pengetahuan.
Orang-orang Turki Usmani dikenal sebagai bangsa yang senang dan
mudah berasimilasi dengan bangsa lain dan bersikap terbuka terhadap kebudayaaan
luar. Para ilmuwan ketika itu tidak menonjol. Namun demikian, mereka banyak
berkiprah dalam pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan
masjid yang indah seperti masjid Sultan Muhammad Al Fatih, masjid Sulaiman, dan
masjid Abu Ayub Al Ansari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi
yang indah. Salah satu masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya
adalah masjid yang awalnya berasalh dari gereja Aya Sophia.
Islam dan kebudayaannya tidak hanya merupakan warisan dari masa
silam yang gemilang, namun juga salah satu kekuatan penting yang cukup
diperhitungkan dunia dewasa ini. Al Qur’an terus menerus dibaca dan dikaji oleh
kaum muslim. Budaya Islam pun tetap merupakan faktor pendorong dalam membentuk
kehidupan manusia di permukaan bumi.
Toleransi beragama merupakan salah satu kebudayaan Islam dan
tidak ada satupun ajaran Islam yang bersifat rasialisme. Dalam hal ini, agama
yang ditegakkan oleh Nabi Muhammad mengandung amanat yang mendorong kemajuan
bagi seluruh umat manusia, khusunya umat Islam di dunia.
C.Manfaat
Sejarah Islam pada Masa Pembaruan
1.Sejarah
dikemukakan dalam Al Qur’an sebagai kisah atau peristiwa yang dialami umat
manusia di masa lalu. Orang yang tidak mau mengambil hikmah dari sejarah
mendapat kecaman karena mereka tidak mendapat pelajaran apapun dari kisah dalam
Al Qur’an. Melalui sejarah, kita dapat mencari upaya antisipasi agar kekeliruan
yang mengakibatkan kegagalan di masa lalu tidak terulang di masa yang akan
datang.
2.Pelajaran
yang dapat diambil dari sejarah dapat menjadi pilihan ketika mengambil sikap.
Bagi orang yang mengambil jalan sesuai dengan ajaran dan petunjuk Nya, orang
tersebut akan mendapat keselamatan
3.pembaruan
akan memberi manfaat berupa inspirasi unutk mengadakan perubahan-perubahan
sehingga suatu pekerjaan akan menajdi lebih efektif dan efisien
4.dalam
sejarah, dikemukakan pula masalah sosial dan politik yang terdapat di kalangan
bangsa-bangsa terdahulu. Semua itu agar menjadi perhatian dan menjadi pelajaran
ketika menghadapi permasalahan yang mungkin akan terjadi
5.pembaruan
mempunyai pengaruh besar pada setiap pemerintahan. Sebagai contoh, pada zaman
Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan madrasah tradisional tidak sesuai lagi
dengan tuntutan zaman abad ke-19. oleh karena itu, dibuatlah
pembaruan-pembaruan di bidang pendidikan yang memasukkan unsur ilmu pengetahuan
umum ke dalam sistem pendidikan negara tersebut.
6.corak
atau bentuk negara dianggap kalangan tertentu bukan persoalan agama, tetapi
persoalan duniawi sehingga hal tersebut diserhakan kepada manusia untuk
menentukannya. Hal seperti ini dilakukan oleh Mustafa Kemal Pasya dalam
menghapus sistem kekhilafan dari kerajaan Usmani.
D.Perilaku
Cerminan Penghayatan terhadap Sejarah Islam pada Masa Pembaruan
Ada beberapa perlaku yang dapat dijadikan cerminan terhadap
penghayatan akan sejarah perkembangan Islam pada masa pembaruan ini. Hal-hal
tersebut adalah sebagai berikut.
- Menyikapi
kejadian masa lalu dengan sikap sabar dan menanamkan jihad yang sesuai
dengan ajaran Al Qur’an dan hadis
- Sejarah dapat
dijadikan sumber inspirasi untuk membuat langkah-langakah inovatif agar
kehidupan menusia dapat damai dan sejahtera baik di dunia maupun di
akhirat.
- Memotivasi diri
terhadap masa depan agar memperoleh kemajuan serta mengupayakan agar
sejarah yang mengandung nilai negatif atau kurang baik tidak akan terualng
kembali.
- Membangun masa
depan berdasarkan pijakan-pijakan yang telah ada di masa lalu sehingga dapat
membangun negara senantiasa menjadi baldatun tayyibatun wa rabbun gafur atau negara yang baik dan
mendapat ampunan dari Allah SWT
- Ilmu pengetahuan
dan tekhnologi di masa pembaruan cukup canggih dan menakjubkan sehingga
melalui proses belajar akan dapat diperoleh kemajuan yang lebih baik bagi
gemerasi-generasi muslim di masa depan.
E.Pengaruh
Perkembangan Dunia Islam terhadap Umat Islam di Indonesia
Pembaruan di negara-negara timur tengah tidak hanya tersebar di
lingkungan mereka sendiri, namun juga meluas hingga ke Indonesia.
Pengaruh-pengaruh dari pembaruan tersebut antara lain sebagai berikut.
- Gema pembaruan
yang dilakukan oleh Jamaludin Al Afgani an syekh Muhammadn Abdul Wahhab
sampai juga ke Indonesia, terutama terhadap tokoh-tokoh seperti Haji
Muhammad Miskin (Kabupaten Agam, Sumatera Barat), Haji Abdur Rahman
(Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat), dan Haji Salman Faris (Kabupaten
Tanah Datar, Sumatera Barat). Mereka dikenal dengan nama Haji Miskin, Haji
Pioabang dan Haji sumaniik. Sepulang dari tanah suci, mereka terilhami
oleh paham syekh Muhammad Abdul Wahhab. Mereka pulang dari tanah suci pada
tahun 1803 M dan sebagai pengaruh pemikiran para pembaru timur tengah
tersebut adalah timbulnya gerakan paderi. Gerakan tersebut ingin
membersihkan ajaran Islam yang telah bercampur-baur dengan
perbuatan-perbuatan yang bukan Islam. Hal ini menimbulkan pertentangan
antara golongan adat dan golongan Paderi.
- Pada tahun 1903
M murid-murid dari Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawy, seorang ulama besar
bangsa Indonesia di makkah yang mendapat kedudukan mulia di kalangan
masyarakat dan pemerintahan Arab, kembali dari tanah suci. Murid-murid dari
syekh ahmad inilah yang menjadi pelopor gerakan pembaruan di minangkabau
dan akhirnya berkembang ke seluruh Indonesia. Mereka antara lain sebagai
berikut : Syekh Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka), Syekh Daud
Rasyidi, Syekh Jamil Jambik dan Kyai Haji Ahmad Dahlan (pendiri
Muhammadiyah)
- Munculnya
berbagai organisasi dan kelembagaan Islam modern di Indonesia pada awal
abad ke-20, baik yang bersifat keagamaan, politik maupun ekonomi.
Organisasi tersebut ialah sebagai berikut.
a.Jamiatul
Khair (1905 M) yang merupakan wadah lembaga pendidikan dan pengkaderan generasi
muda penerus perjuangan Islam dan berlokasi di Jakarta
b.Muhammadiyah
(18 November 1912) yang didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan. Ia memiliki pemikiran
yang tidak menghendaki berkembangnya bid’ah, tahayul kurafat dan mengembalikan
ajaran Islam yang sesuai dengan Al Qur’andan hadis di Yogyakarta
c.Al
Irsyad (1914 M) dibawah pimpinan Ahmad Sukarti dan bertempat di Jakarta.
d.Persatuan
Islam (persis)dibawah pimpinan Ahmad Hasan yang didirikan tahun 1923 di
Bandung. Al Irsyad dan Persis memiliki bentuk gerakan yang hampir sama dengan
Muhammadiyah.
e.Seriakt
Dagang Islam (1911) di bawah pimpinan Haji Samanhudi di Solo. Pada awalnya
gerakan tersebut bersifat ekonomi dan keagamaan. Akan tetapi kemudian berubah
menjadi kegiatan yang bersifat politik. Terjadi perubahan kembali menjadi
Partai Serikat Islam dan pada tahun 1929 kembali berubah menjadi PSII (partai
Serikat Islam Indonesia).
f.Jamiyatul
Nahdatul Ulama (NU) yang lahir 13 Januari 1926 di surabaya di bawah pimpinan KH
Hasym Asyari. Nahdatul Ulama merupakan wadah para ulama di dalam tugas memimpin
masyarakat muslim menuju cita-cita kejayaan Islam. Gerkannya kemudian juga
berubah ke arah politik
g.Matla’ul
Anwar (1905) di Menes, Banten yang didirikan oleh KH M. Yasin. Organisasi ini
bersifat sosial keagamaan dan pendidikan.
h.Pergerakan
Tarbiyah (Perti) di Sumatera Barat yang didirikan oleh Syekh Sulaiman Ar Rasuli
pada tahun 1928. organisasi ini bergerak di bidang pendidikan, membasmi bid’ah,
khurafat dan tahayul serta taklid di kalangan umat Islam
i.Persatuan
Muslim Indonesia (Permi) yang didirikan pada tanggal 22 mei 1930 di bukit
tinggi. Organisasi ini pada mulanya bersifat keagamaan, tetapi kemudian menjadi
partai politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia. Pemimpinnya adalah Muchtar
Lutfi
j.Majlis
Islam ‘Ala Indonesia yang didirikan atas prakarsa KH Ahmad Dahlan dan KH Mas
Mansur pada tahun 1937. pada mulanya organisasi ini tidak terlibat pada
kegiatan politik, tapi pada akhirnya terlibat pula dalam politik praktis yaitu
dengan melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gerakan pembaruan yang
menyebabkan lahirnya organisasi keagamaan pada mulanya bersifat keagamaan,
tetapi seiring dengan kondisi masyarakat pada saat itu kemudian menjelma
menjadi kegiatan politik yang menuntut kemerdekaan Indonesia dan hal tersebut
dirasakan mendapat pengaruh yang signifikan dari pemikir-pemikir para pembaru
Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional.
a. Orang yang memandikan harus sejenis
Maksudnya bila mayitnya
laki-laki yang memandikan harus laki-laki begitu pula apabila mayitnya
perempuan, kecuali apabila masih ada ikatan mahrom, suami-istri, atau mayit adalah anak kecil yang belum
menimbulkan syahwat. Bila tidak ditemukan orang yang boleh memandikan, maka
mayit cukup ditayamumi dengan ditutup semua anggota tubuhnya selain anggota
tayamum, dan yang mentayamumi harus memakai alas tangan.
Urutan orang yang lebih
utama memandikan mayit laki-laki adalah ahli waris ashabah laki-laki, kerabat lai-laki yang lain, istri, orang
laki-laki lain. Waris ashabah yang
dimaksud adalah:
1. Ayah
2. Kakek
dan seatasnya
3. Anak
laki-laki
4. Cucu
laki-laki dan sebawahnya
5. Saudara
laki-laki kandung
6. Saudara
laki-laki seayah
7. Anak
dari saudara laki-laki kandung
8. Anak
dari saudara laki-laki seayah
9. Saudara
ayah kandung
10. Saudara
ayah seayah
Bagi mayit perempuan,
yang paling utama memandikannya adalah perempuan yang masih memiliki hubungan
kerabat dan ikatan mahram dengannya;
seperti anak perempuan, ibu dan saudara perempuan.
b. Orang yang memandikan dan yang
membantunya memiliki sifat amanah,
dalam artian:
1. Kemampuan
dalam memandikan mayit tidak diragukan lagi.
2. Apabila
ia memberikan suatu kegembiraan yang tampak dari mayit, maka beritanya dapat
dipercaya. Sebaliknya, jika ia melihat hal-hal buruk dari diri mayit, maka ia
mampu merahasiakannya. Nabi Muhammad saw bersabda:
أُذْكُرُوْا مَحَاسِنَ مَوْتَاكُمْ وَكُفُّوْا عَنْ مَسَاوِيهِمْ.
(رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِىّ)
“Sebutkanlah
kebaikan-kebaikan orang yang mati diantaramu dan jagalah
kejelekan-kejelekannya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tempat Memandikan
Prosesi memandikan
dilaksanakan pada tempat yang memenuhi kriteria berikut:
1. Sepi,
tertutup dan tidak ada orang yang masuk, kecuali orang yang memandikan dan
orang yang membantunya.
2. Ditaburi
wewangian untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit.
Etika Memandikan
1. Haram
melihat aurat mayit,
kecuali untuk kesempurnaan memandikan. Seperti untuk memastikan bahwa air yang
disiramkan sudah merata, atau untuk menghilangkan kotoran yang bisa mencegah
sampainya air pada kulit.
2. Wajib
memakai alas tangan saat menyentuh aurat mayit,
dan sunah memakainya ketika menyentuh selainnya.
3. Mayit
dibaringkan dan diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti di atas dipan
atau di pangku oleh tiga atau empat orang dengan posisi kepala lebih tinggi
dari tubuh. Hal ini untuk mencegah mayit dari percikan air.
4. Mayit
dimandikan dalam keadaan tertutup semua anggota tubuhnya. Bila tidak
memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup menutup auratnya saja.
5. Disunahkan
menutup wajah mayit mulai awal sampai selesai memandikan.
6. Disunahkan
pula memakai air dingin yang tawar, karena lebih bisa menguatkan daya tahan
tubuh mayit, kecuali jika cuaca dingin, maka boleh memakai air hangat.
7. Menggunakan
tempat air yang besar, dan diletakkan agak jauh dari mayit.
Tata-cara Memandikan
1. Batas Minimal
Memandikan mayit sudah dianggap cukup apabila sudah melaksanakan
hal-hal sebagai berikut:
a) Menghilangkan
najis yang ada pada tubuh mayit.
b) Menyiramkan
air secara merata pada anggota tubuh mayit, termasuk juga bagian farji tsayyib (kemaluan wanita yang sudah tidak perawan) yang
tampak saat duduk, atau bagian dalam alat kelamin laki-laki yang belum
dikhitan.
Catatan:
Bila terdapat najis yang sulit dihilangkan, semisal najis di
bawah kuncup, maka menurut Imam Romli, setelah mayit tersebut dimandikan, maka
langsung dikafani dan dimakamkan tanpa dishalati. Namun, menurut Ibnu Hajar,
bagian yang tidak terbasuh tersebut bisa diganti dengan tayamum sedangkan najisnya berhukum ma’fu.
Adapun cara mentayamumkan mayit adalah sebagai berikut:
1) Menepukkan
kedua tangan pada debu disertai dengan niat sebagai berikut:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ عَنْ تَحْتِ قَلْفَةِ هٰذَا
الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ.
Atau bisa juga dengan
membaca:
نَوَيْتُ التَّيَمُّمَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ
عَنْ هٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Niat ini harus terus
berlangsung (istidamah) sampai
kedua telapak tangan orang tersebut mengusap wajah mayit.
2) Menepukkan kedua telapak
tangan pada debu yang digunakan untuk mengusap kedua tangan mayit, tangan kiri
untuk mengusap tangan kanan mayit, dan tangan kanan untuk mengusap tangan
kirinya.
2. Batas Kesempurnaan
Memandikan mayit dianggap sempurna apabila melaksanakan hal-hal
sebagai berikut:
a) Mendudukkan
mayit dengan posisi agak condong ke belakang.
b) Pundak
mayit disanggah tangan kanan, dengan meletakkan ibu jari pada tengkuk mayit,
dan punggung mayit disanggah dengan lutut.
c) Perut
mayit dipijat dengan tangan kiri secara perlahan, supaya kotoran yang ada pada
perutnya bisa keluar.
d) Mayit
diletakkan kembali ke posisi terlentang, kemudian dimiringkan ke kiri.
e) Membersihkan
gigi dan kedua lubang hidung mayit, dengan jari telunjuk tangan kiri yang
beralaskan kain basah yang tidak digunakan untuk membersihkan qubul dan dubur.
f) Mewudlukan
mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis dengan wudlunya orang hidup.
Hanya saja, saat berkumur disunahkan tidak membuka mulut mayit agar airnya
tidak masuk ke dalam perut. Hal ini apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya.
Adapun niatnya adalah:
نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ الْمَسْنُوْنَ لِهٰذَا
الْمَيِّتِ/ لِهٰذِهِ الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
g) Mengguyurkan
air ke kepala dan jenggot mayit dengan memakai air yang telah dicampur daun
kelor atau sampo.
h) Menyisir
rambut dan jenggot mayit yang tebal secara pelan-pelan, dengan menggunakan
sisir yang longgar gigirnya, agar tidak ada rambut yang rontok. Bila ada rambut
atau jenggot yang rontok, maka wajib diambil dan dikubur bersamanya.
i) Mengguyur
bagian depan tubuh mayit sebelah kanan, mulai leher sampai telepak kaki, dengan
memakai air yang telah dicampur daun kelor atau sabun. Begitu pula bagian
sebelah kirinya.
j) Mengguyur
bagian belakang tubuh mayit sebelah kanan, dengan posisi agak dimiringkan,
mulai tengkuk, punggung sampai telapak kaki. Begitu pula bagian sebelah
kirinya.
k) Mengguyur
seluruh tubuh mayit dengan menggunakan air yang jernih, untuk membersihkan
sisa-sisa daun kelor, sabun, dan sampo pada tubuh mayit.
l) Mengguyur seluruh tubuh
mayit dengan air yang dicampur sedikit kapur barus. Dengan catatan, saat
meninggal mayit tidak dalam keadaan ihram. Saat basuhan terakhir ini, sunah membaca niat:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِهٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ
الْمَيِّتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Atau
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لاِسْتِبَاحَةِ الصَّلاَةِ
عَلَيْهِ/ عَلَيْهَا
Mengkafani
Pada dasarnya tujuan
mengkafani adalah menutup seluruh bagian tubuh mayit. Walaupun demikian
para fuqaha’ memberi
batasan tertentu sesuai dengan jenis kelamin mayit. Batasan-batasan tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Batas
Minimal
Batas minimal mengkafani mayit, baik laki-laki ataupun
perempuan, adalah selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit.
2. Batas Kesempurnaan
a) Bagi mayit laki-laki
Bagi mayit laki-laki yang lebih utama adalah 3 lapis kain kafan
dengan ukuran panjang dan lebar sama, dan boleh mengkafani dengan 5 lapis yang terdiri dari 3 lapis
kain kafan ditambah surban dan baju kurung, atau 2 lapis kain kafan ditambah
surban, baju kurung dan sarung.
b) Bagi mayit perempuan
Bagi mayit perempuan atau banci, kafannya adalah 5 lapis yang terdiri dari 2 lapis kain kafan ditambah
kerudung, baju kurung dan sewek.
Kain kafan yang
dipergunakan hendaknya berwarna putih dan diberi wewangian, bila mengkafani
lebih dari ketentuan batas maka hukumnya makruh, sebab dianggap berlebihan.
Cara-cara Praktis Mengkafani Mayit
Menyiapkan 5 lembar kain
berwarna putih yang terdiri dari surban atau kerudung, baju kurung, sarung atau sewek, dan 2 lembar kain untuk menutup
seluruh tubuh mayit. Untuk memudahkan proses mengkafani, urutan peletakannya
adalah sebagai berikut:
1. Tali.
2. Kain
kafan pembungkus seluruh tubuh.
3. Baju
kurung.
4. Sarung
atau sewek.
5. Sorban
atau kerudung.
6. Setelah
kain kafan diletakkan di tempatnya, letakkan mayit yang telah selesai
dimandikan dengan posisi terlentang di atasnya dalam keadaan tangan
disedekapkan.
7. Letakkan
kapas yang telah diberi wewangian pada anggota tubuh yang berlubang, anggota
tubuh ini meliputi:
a) Mata
b) Lubang
hidung
c) Telinga
d) Mulut
e) Dubur
Demikian juga pada
anggota sujud, meliputi:
a) Jidat
b) Hidung
c) Kedua
siku
d) Telapak
tangan
e) Jari-jari
telapak kaki
8. Mengikat
pantat dengan kain sehelai.
9. Memakaikan
baju kurung, sewek atau sarung, dan surban atau kerudung.
10. Mayit
dibungkus dengan kain kafan yang menutupi seluruh tubuhnya, dengan cara melipat
lapisan pertama, dimulai dari sisi kiri dilipat ke sisi kanan, kemudian sisi
kanan dilipat ke kiri. Begitu pula untuk lapis kedua dan ketiga.
11. Mengikat
kelebihan kain di ujung kepala dan kaki (dipocong), dan diusahakan pocongan
kepala lebih panjang.
12. Setelah
ujug kepala dan ujung kaki diikat, sebaiknya ditambahkan ikatan pada bagian
tubuh mayit; seperti perut dan dada, agar kafan tidak mudah terbuka saat dibawa
ke pemakaman.
Menshalati
Hal-hal yang berkaitan
dengan menshalati mayit secara garis besar ada tiga, yakni syarat, rukun, dan
hal-hal yang disunahkan di dalamnya, adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut:
1. Syarat Shalat
Mayit
a) Mayit
telah disucikan dari najis baik tubuh, kafan maupun tempatnya.
b) Orang
yang menshalati telah memenuhi syarat sah shalat.
c) Bila
mayitnya hadir, posisi mushalli harus
berada di belakang mayit. Adapun aturannya adalah sebagai berikut:
1) Mayit
laki-laki:
Mayit dibaringkan dengan
meletakkan kepada di sebelah utara. Imam atau munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.
2) Mayit
perempuan
Cara peletakkan mayit
sama dengan mayit laki-laki, sedangkan imam atau munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.
d) Jarak
antara mayit dan mushalli tidak
melebihi 300 dziro’ atau
sekitar 150 m. Hal ini jika shalat dilakukan di luar masjid.
e) Tidak
ada penghalang antara keduanya; misalnya seandainya mayit berada dalam
keranda, maka keranda tersebut tidak boleh dipaku.
f) Bila
mayit hadir, maka orang yang menshalati juga harus hadir di tempat tersebut.
2. Rukun Shalat
Mayit
a) Niat.
Apabila mayit hanya satu, niatanya adalah:
أُصَلِّيْ عَلٰى هٰذَا الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ
الْمَيِتَةِ ِللهِ تَعَالٰى
Dan jika banyak, niatnya adalah:
أُصَلِّي عَلٰى مَنْ حَضَرَ مِنْ أَمْوَاتِ
الْمُسْلِمِيْنَ
b) Berdiri
bagi yang mampu.
c) Melakukan
takbir sebanyak empat kali termasuk takbiratul ihram.
d) Membaca
surat Al Fatihah setelah takbir pertama.
e) Membaca
shalawat Nabi setelah takbir kedua.
Contoh bacaan sholawat:
اللّـٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ
f) Mendo’akan
mayit setelah takbir ketiga.
Contoh do’a:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ،
وَعَافِهِ، وَاعْفُ عَنْهُ
g) Mengucapkan
salam pertama setelah takbir keempat.
Contoh bacaan salam:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ
وَبَرَكَاتُهُ
3. Kesunahan Dalam
Shalat Jenazah
a) Mengangkat
kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu meletakkannya diantara dada
pusar pada setiap takbir.
b) Menyempurnakan
lafadh niat;
أُصَلِّيْ عَلٰى هٰذاَ الْمَيِّتِ/ هٰذِهِ
الْمَيِّتَةِ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/ إِمَامًا ِللهِ تَعَالىٰ.
c) Melirihkan
bacaan fatihan, shalawat dan do’a.
d) Membaca ta’awwudz sebelum membaca surat
Al Fatihah.
e) Tidak
membaca do’a iftitah.
f) Membaca hamdalah sebelum membaca
shalawat.
g) Menyempurnakan
bacaan shalawat. Adapun lafadhnya adalah:
، اللّـٰهُمَّ صَلَِّ
عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّّيْتَ
عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ
عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى
سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ، فِي
الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
h) Menyempurnakan
bacaan do’a untuk si mayit
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ،
وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ وَثَلْجٍ
وبَرَدٍ، وَنَقِّهِ مِنَ الخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الأَبْيَضُ مِنَ
الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً خَيْراً مِنْ
أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ، وَقِهِ فِتْنَةَ الْقَبْرِ وَعَذَابِ
الناَّرِ. اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّناَ، وَمَيِّتِنَا، وَشَاهِدِنَا،
وَغَائِبِنَا، وَصَغِيْرِنَا، وَكَبِيْرِنَا، وَذَكَرِنَا، وَأُنْثَاناَ،
اللّـٰهُمَّ مَنْ أَحْيَيْتَهُ مِنَّا فَأَحْيِهِ عَلٰى اْلإِسْلاَمِ، وَمَنْ
تَوَفَّيْتَهُ مِِنَّا فَتَوَفَّهُ عَلٰى اْلإِيْمَانِ. اللّـٰهُمَّ هٰذَا
عَبْدُكُ وَابْنُ عَبْدِكَ، خَرَجَ مِنْ رُوْحِ الدُّنْيَا وَسَعَتِهَا
وَمَحْبُوْبِهَا وَأَحِبَّائِهِ فِيْهَا إِلٰى ظُلْمَةِ الْقَبْرِ وَمَا هُوَ
لاَقِيَهُ، كاَنَ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ أَنْتَ، وَأَنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ وَأَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ، اللّـٰهُمَّ نَزِّل بِكَ وَأَنْتَ
خَيْرُ مَنْزُوْلٍ بِهِ، وَأَصْبَحَ فَقِيْراً إِلىٰ رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ غَنِيٌّ
عَنْ عَذَابِهِ، وَقَدْ جِئْنَاكَ رَاغِبِيْنَ إِلَيْكَ شُفَعَاءَ لَهُ،
اللّـٰهُمَّ إِنْ كَانَ مُحْسِناً فَزِدْ فِيْ إِحْسَانِهِ، وَإِنْ كَانَ
مُسِيْئاً فَتَجَاوَزْ عَنْهُ، وَلَقِّهِ بِرَحْمَتِكَ اْلأَمَنَ مِنْ عَذَابِكَ،
حَتّٰى تَبْعَثَهُ إِلٰى جَنَّتِكَ يٰا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
i) Bila
mayatnya anak kecil sunah untuk menambah do’a:
اللّـٰهُمَّ اجْعَلْهُ فَرَطاً ِلأَبَوْيهِ وَسَلَفاً وَذُخْراً،
وَعِظَةً وَاعْتِبَاراً وَشَفِيْعاً، وَثَقِّلْ بِهِ مَوَازِيْنَهُمَا وَأَفْرِغِ
الصَّبْرَ عَلٰى قُلُوْبِهِمَا وَلاَ تَفْتِنَّهُمَا بَعْدَهُ وَلاَ تَحْرِمْهُمَا
أَجْرَهُ.
j) Setelah
takbir ke-empat sunah untuk membaca do’a:
اللّـٰهُمَّ لاَ تَحْرِمْنَا أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَّا
بَعْدَهُ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ.
k) Membaca
do’a untuk masing-masing mukmin setelah membaca shalawat:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ.
l) Salam
yang kedua sunah untuk menyempur-nakan. Redaksinya adalah:
اَلسَّلاَمُ عَليْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.
m) Sunah
dilakukan di masjid dengan memper-banyak shaf .
Shalat Ghoib
Bagi orang yang tidak
dapat datang ke tempat mayit boleh melakukan shalat ghoib di tempatnya, namun dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Ada masyaqat (kesulitan) untuk
datang ke tempat jenazah.
2. Berkewajiban
menshalati mayit.
Adapun lafadh niatnya untuk
mayit tunggal adalah:
أُصَلَّيْ عَلٰى مَيِّت (إِسْمِ الْمَيِّتِ) الْغَائِبِ/ مَيِّتَةِ
(إِسْمِ الْمَيِّتِةِ) الْغَائِبَةِ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/ إِمَامًا
ِللهِ تَعَالٰى.
Bila mayit jumlahya
banyak, maka setelah menyebutkan nama-nama mayit, diperbolehkan menggunakan
niat:
أُصَلِّيْ عَلٰى مَنْ ذَكَرْتُهُمْ فَرْضَ الْكِفَايَةِ مَأْمُوْمًا/
إِمَامًا ِللهِ تَعَالٰى.
Kriteria Imam Shalat Jenazah
Adapun urutan orang yang
lebih utama dan berhak menjadi imam shalat jenazah adalah sebagai berikut:
1. Ayah.
2. Kakek
dan seatasnya.
3. Anak
laki-laki.
4. Cucu
laki-laki dan sebawahnya.
5. Saudara
laki-laki kandung.
6. Saudara
laki-laki seayah.
7. Anak
dari saudara laki-laki kandung.
8. Anak
dari saudara laki-laki seayah.
9. Saudara
ayah kandung.
10. Saudara
ayah seayah.
11. Orang
laki-laki yang memiliki hubungan kerabat.
Teknis Pelaksanaan
1. Takbiratul ihram bersamaan dengan niat
shalat.
2. Membaca ta’awwudz dan surat Al Fatihah
dengan suara pelan.
3. Takbir
kedua.
4. Membaca hamdalah dan shalawat secara
sempurna.
5. Takbir
ketiga.
6. Membaca
do’a secara sempurna.
7. Takbir
keempat.
8. Membaca
do’a.
9. Membaca
salam dengan sempurna.
Proses Pemberangkatan Jenazah
Pelepasan
Mayit
Setelah selesai shalat,
keranda mayit diangkat, setelah itu salah satu wakil dari keluarga memberikan
kata sambutan pelepasan mayit, yang isinya meliputi:
a) Permintaan
maaf kepada para hadirin dan teman keseharian atas kesalahan dan kekhilafan
yang pernah dilakukan mayit.
b) Pemberitahuan
tentang pengalihan urusan hutang piutang kepada ahli waris.
c) Penyaksian
atas baik dan buruknya mayit.
Sambutan-sambutan di atas hendaknya tidak
terlalu panjang, sebab sunah sesegara mungkin membawa mayit ke pemakaman.
Cara Mengantar Jenazah
Pada dasarnya dalam
mengusung mayit diperbolehkan dengan berbagai cara, asalkan tidak ada kesan
meremehkan mayit. Namun, sunah untuk meletakkan mayit di keranda, dengan
diusung oleh tiga atau empat orang laki-laki. Dalam pengusungan ini, posisi
kepala mayit berada di depan.
Etika Pengiring Jazanah
1. Para
penggiring jenazah hendaknya berada di depan dan di dekat mayit.
2. Makruh
mengeraskan suara, kecuali bacaan Al Qur’an, dzikir atau shalawat Nabi.
3. Berjalan
kaki lebih utama daripada berkendaraan, bahkan hukumnya bila tidak ada udzur.
4. Makruh
mengiring mayit bagi orang perempuan.
5. Bertafakkur
tentang kematian dan memperbanyak dzikir.
6. Bagi
orang yang melihat mayit sunah untuk membaca:
سُبْحَانَ الَّذِيْ لاَ يَمُوْتُ أَبَدًا
Atau berdo’a:
اللهُ أَكْبَرُ، صَدَقَ اللهُ وَرَسُولُهُ، هٰذَا مَا وَعَدَ اللهُ
وَرَسُولُهُ، اللّـٰهُمَّ زِدْنَا إِيْمَاناً وَتَسْلِيماً؛ وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ
فِي الْمَهْدِيِّيْنَ وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا
وَلَهُ إِلٰى يَوْمِ الدِّيْنِ ، اللّـٰهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِحَقِّ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَآلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّد، أَنْ لاَ تُعَذِّبَ هٰذَا
الْمَيِّتَ (3×). اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، وَعَافِهِ وَاعْفُ
عَنْهُ ، وَأَكْرِمْ نُزُلَهُ، وَوَسِّعْ مَدْخَلَهُ، وَاغْسِلْهُ بِمَاءٍ
وَثَلْجٍ وبَرَدٍ، وَنَقِّهِ مِنَ الْخَطَايَا كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ
الأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، وَأَبْدِلْهُ دَاراً خَيْراً مِنْ دَارِهِ، وَأَهْلاً
خَيْراً مِنْ أَهْلِهِ، وَزَوْجاً خَيْراً مِنْ زَوْجِهِ وَقِهِ فِتْنَةَ
الْقَبْرِ وَعَذَابِ النَّارِ
7. Bagi
orang yang melihat iring-iringan mayit hendaknya berdiri dan ikut mengiring.
Pemakaman Mayit
1. Persiapan
Sebelum mayit diberangkatkan ke pemakaman,
liang kubur, semua peralatan pemakaman harus sudah siap.
2. Liang
Kubur
a) Bentuk
Dalam kitab kuning
dikenal dua jenis liang kubur:
1) Liang
cempuri
Yakni liang kubur yang
bagian tengahnya digali sekiranya cukup untuk menaruh mayit. Model ini untuk
tanah yang gembur.
2) Liang
lahat
Yakni liang kubur yang
sisi sebelah baratnya digali sekiranya cukup untuk menaruh mayit. Model ini
untuk tanah yang keras. Pada dasarnya liang ini lebih utama daripada liang
cempuri.
b) Ukuran
1) Batas
minimal
Batas minimal liang kubur adalah membuat lubang yang dapat
mencegah keluarnya bau mayit serta dapat mencegah dari binatang buas.
2) Batas
kesempurnaan
Batas kesempurnaan liang kubur adalah membuat liang dengan
ukuran sebagai berikut:
a) Panjang
Sepanjang mayit ditambah tempat yang cukup untuk orang yang
menaruh mayit.
b) Lebar
Seukuran tubuh mayit ditambah tempat yang sekiranya cukup untuk
orang yang menaruh mayit.
c) Dalam
Setinggi postur tubuh manusia ditambah satu hasta.
Prosesi Pemakaman
Dalam praktek pemakaman
mayit dalam dapat dilakukan prosesi sebagai berikut:
1. Sesampainya
mayit di tempat pemakaman, keranda diletakkan pada arah posisi peletakkan kaki
mayit.
2. Jenazah
dikeluarkan dari keranda, dimulai dari kepalanya, lalu diangkat dengan posisi
agak miring dan wajah jenazah menghadap qiblat secara pelan-pelan.
3. Jenazah
diserahkan pada orang yang yang sudah bersiap-siap dalam liang untuk
menguburnya. Hal ini dilakukan oleh tiga orang, orang pertama menerima bagian
kepala, orang kedua bagian lambung, dan orang ketiga bagian kaki.
4. Bagi
orang yang menerima mayit disunahkan membaca do’a:
اللّـٰهُمَّ افْتَحْ أَبْوَابَ السَّمَاءِ لِرُوْحِهِ، وَأَكْرِمْ
مَنْزِلَهُ، وَوَسِّعْ لَهُ فِيْ قَبْرِهِ.
5. Dan
bagi orang yang meletakkan disunahkan membaca:
بِاسْمِ اللهِ وَعَلٰى مِلَّةِ رَسُوْلِ اللهِ.
6. Kemudian
mayit diletakkan di liang kubur dan dihadapkan ke arah qiblat dengan posisi miring pada
lambung sebelah kanan.
7. Menyandarkan wajah dan kaki
pada dinding bagian dalam liang.
8. Memberi
bantalan tanah liat pada bagian kepala.
9. Mengganjal
bagian punggungnya dengan gumpalan tanah atau batu bata agar mayit tetap dalam
posisi miring menghadap kiblat.
10. Membuka
simpul, terutama bagian atas, kemudian meletakkan pipinya pada bantalan tanah
liat yang telah ada.
11. Salah
satu pengiring mengumandangkan adzan dan iqamah di dalam liang kubur. Adapun lafadznya sama dengan
lafadz adzan dan iqamah dalam
shalat.
12. Bagian
atas mayit ditutup dengan papan atau bambu sampai rapat, kemudian liang kubur
ditimbun dengan tanah.
13. Membuat
gundukan setinggi satu jengkal dan memasang dua batu nisan, satu lurus dengan
kepala dan satunya lagi lurus dengan kaki mayit.
14. Menaburkan
bunga, memberi minyak wangi dan memercikan air di atas makam.
15. Selanjutnya,
salah satu pihak keluarga atau orang ahli ibadah melakukan prosesi talqin mayit. Kesunahan mentalqin ini hanya berlaku bagi
mayit dewasa dan tidak gila.
16. Mulaqin duduk dengan posisi
menghadap muka kepala mayit, sedangkan para hadirin dalam posisi berdiri.
17. Mulaqin mulai membaca bacaan talqin sebanyak tiga kali.
Adapun contoh bacaan talqin adalah:
يَافُلاَنُ ابْنُ فُلاَنَةَ، يَافُلاَنُ ابْنُ فُلاَنَةَ، يَافُلاَنُ
ابْنُ فُلاَنَةَ، اُذْكُرْ مَاخَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنَ الدُّنْياَ: شَهَادَةُ أَنْ
لاَإِلٰـهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّكَ
رَضِيْتَ بِاللهِ رَبًّا، وَبِاْلإِسْلاَمِ دِيْنًا، وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا،
وَبِالْقُرْأَنِ إِمَامًا.
18. Setelah
liang kubur ditutup, sebelum ditimbun dengan tanah, para pengiring disunahkan
mengambil tiga genggam tanah bekas galian kemudian menaburkannya ke dalam liang
kubur.
a) Pada
taburan pertama membaca:
مِنْهَا خَلَقْنَاكُمْ، اللّـٰهُمَّ لَقِّنْهُ عِنْدَ الْمَسْأَلَةِ
حَجَّتَهُ.
b) Do'a
pada taburan kedua:
وَفِيْهَا نُعِيْدُكُمْ، اللّـٰهُمَّ افْتَحْ أَبْوَابَ
السَّماَءِ لِرُوْحِهِ
c) Do'a
pada taburan ketiga:
وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرٰى، اللّـٰهُمَّ جاَفِ
اْلأَرْضَ عَنْ جَنْبَيْهِ.
19. Setelah
selesai talqin pihak
keluarga dan para hadirin tinggal sebentar untuk mendo’akan mayit. Adapun
do’anya adalah:
اللّـٰهُمَّ اغْفِرْ لَهُ، وَارْحَمْهُ، اللّـٰهُمَّ ثَبِّتْهُ
عِنْدَ السُؤَلِ
20. Setelah
selesai berdo’a secukupnya, para hadirin pulang.
Mati Syahid
Disebut syahid, sebab Allah dan RasulNya
telah bersaksi bahwa orang tersebut nantinya akan masuk surga, atau sebab pada
waktu akan meninggal dia telah melihat surga. Adapun pembagiannya sebagai
berikut:
1. Syahid dunia-akhirat, yakni
orang yang meninggal dalam peperangan dengan niat untuk menegakkan agama Allah
swt.
2. Syahid dunia, yakni orang yang
mati dalam peperangan dengan niat mencari kehidupan dunia.
3. Syahid akhirat, yakni orang yang
meninggal sebab semisal mencari ilmu, kebakaran, kebanjiran dan sebagainya.
Bagi syahid yang masuk kriteria
pertama, dan kedua, tidak diperbolehkan untuk dimandikan dan dishalati.
Sebagaimana keterangan yang telah lalu.
والله أعلم بالصواب
makasii infonya :)
BalasHapus